URnews

Konten Menjual Kemiskinan

Firman Kurniawan S, Senin, 12 September 2022 17.28 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Konten Menjual Kemiskinan
Image: Ilustrasi konten kreator. (Pixabay/StockSnap)

PERISTIWA yang memencil, yang menjauh dari titik kelaziman, sering mengundang perhatian. Ini karena peluang terjadinya sangat langka. Pada peristiwa macam ini, aneka rutinitas dihentikan. Perhatian diberikan, lantaran orang tak mau kehilangan kesempatan menyaksikan kelangkaan. Mereka menyerap kelangkaan, jadi cerita. Ada relasi yang jelas, antara kelangkaan dengan bangkitnya perhatian. Keadaan langka itu, ada di posisi pencilan. 

Perhatian yang dapat dibangkitkan dari peristiwa di posisi pencilan, mengundang ide untuk mereplikasi peristiwa dalam kategori itu. Tendensi replikasi, untuk memberi kesempatan orang memberi perhatian di waktu yang telah diatur. Bukan terjadi secara acak, sehingga kelangkaan luput diperhatikan. 

Akibat perhatian yang mampu ditimbulkannya, replikasi laku dijual jadi tontonan. Atraksi sirkus, menggunakan logika tontonan macam ini. Menghadirkan peristiwa di posisi pencilan jadi tontonan, diikuti dihasilkannya nilai jual. Atraksi sejenis lainnya, mengiris bahan makanan dengan kecepatan tinggi, berjalan di bentangan tali di atas ketinggian, berteriak dengan suara sangat lantang, menghitung jumlah sangat banyak dalam waktu singkat, makan makanan yang tak biasa dikonsumsi berjumlah banyak, - berkilo-kilo cabai misalnya-, atau berelasi akrab dengan binatang buas. Itu semua tontonan yang laku dijual. 

Proses pemberian nilai jual pada peristiwa di posisi pencilan yang semula tak bernilai itu, disebut komodifikasi. Dan lantaran sumber komodifikasinya adalah perhatian, maka ekonomi yang dibangkitkan dapat dikatagorikan sebagai ekonomi perhatian. Economic of attention. Produksi-distribusi konten media sosial, kerap menggunakan pendekatan ekonomi perhatian ini. Betapa seringnya para pengguna media sosial terpapar peristiwa-peristiwa di posisi pencilan, lantaran replikasinya yang mampu mewujudkan nilai ekonomi. 

Tendensi produksi-distribusi awalnya, sekadar memanen perhatian: like, komentar, repost. Namun ketika puncak dari perhatian adalah ketertarikan pemilik produk untuk menyelipkan barang jualan sebagai iklan, tendensi bergeser ke pencapaian nilai ekonominya. Di jagat media sosial, nilai ekonomi perhatian ini sangat besar dan mudah direplikasi.

Tema yang sering direplikasi sebagai konten yang bersumber peristiwa di posisi pencilan, adalah kemiskinan. Termasuk juga di dalamnya, kemalangan maupun bencana. Kemiskinan sebagai terminologi sosial dan ekonomi, sesungguhnya bukan peristiwa langka. Kemiskinan terjadi lantaran tak tercukupinya aneka kebutuhan dasar, menurut standar tertentu. Pada masyarakat yang distribusi kesejahteraannya belum merata, kemiskinan kerap terjadi. Ini juga masih terjadi di Indonesia, maupun di banyak negara lain. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait