URnews

Sembuh Kambuh Ilusi Glowing

Firman Kurniawan S, Senin, 5 September 2022 14.09 | Waktu baca 7 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sembuh Kambuh Ilusi Glowing
Image: Sembuh Kambuh Ilusi Glowing (ilustrasi: Freepik/StudioRedCup)

Di Indonesia, saat Gen Milenial maupun Gen Z menempatkan glowing sebagai keadaan kulit terbaik yang ingin dimiliki, dengan mudah menempatkan Drama Korea sebagai agen pemengaruhnya. Ini mengingat sejak K-Wave ~demam Korea ~ didengungkan, pesonanya menjangkau hingga Amerika Latin, Timur Tengah, Asia, termasuk Indonesia. Tak sebatas jalinan cerita berepisode-episode yang digandrungi, gaya hidup maupun tampilan para pesohornya jadi acuan capaian para penonton. Tak jarang para penikmat budaya ini, jadi kelompok pemuja ultra fanatik: mengagumi, sekaligus hendak jadi identik dengan pesohor yang ditontonnya. Sihir yang tak mudah dijelaskan, namun fenomenanya nyata. 

Ini termasuk ketika kulit glowing para pesohor, juga ingin dimiliki penonton Indonesia. Seakan tak peduli pada susunan genetik yang terberi, ~kadar melaninnya lebih tinggi dari kulit Korea~, kulit sawo matang Indonesia hendak direkonstruksi. Glowing jadi dambaan. Glowing adalah konsep, yang terdeskripsi sebagai keadaan kulit putih, bersih bercahaya, namun memiliki kelembaban yang sehat. Perlu langkah bertahap, berikut produk pemulas yang mampu mengubah tampilan, dari sawo matang jadi glowing. Demi itu semua, produk skincare maupun kecantikan, laris dikonsumsi.

Mengacu pada data Nielsen 2019, yang dikutip Ketua Perkosmi (Persatuan Kosmetik Indonesia) Sancoyo, produk skincare dan makeup merupakan kategori produk dengan pertumbuhan paling cepat. Ini dibanding 20 produk tumbuh cepat lainnya. Keadaan itu dipicu oleh keinginan perempuan ~hari ini juga menjangkiti laki-laki~ untuk punya tampilan lebih baik. Hal lain yang turut mendorong, adanya kemudahan akses memperoleh produk melalui e-commerce, maupun peran beauty blogger dan influencer media sosial. Mereka turut mempengaruhi kesadaran memperbaiki tampilan. Pernyataan Sancoyo ini dimuat dalam Kontan.co.id, 2019. 

Sedangkan pengaruh K-Wave, pada pemujaan terhadap ‘segala hal tentang Korea’, termasuk keadaan kulit para pesohornya, dilacak oleh Euromonitor International, 2015. Ini termuat dalam artikelnya, yang berjudul Riding the Korean Wave: How K-Pop, K-Drama dan K-Beauty are Influencing Consumers. Pada bagian K-Beauty diuraikan, betapa Drama Korea maupun Pop Korea begitu jadi acuan bagi masyarakat di berbagai belahan dunia. Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Tak hanya di produk-produk kecantikan, tapi produk mewah, pakaian jadi, elektronik, layanan konsumen yang ditampilkan dalam video musik dan drama tv. Semuanya sangat diminati konsumen. AmorePasific, pelaku industri kecantikan terbesar di negara itu telah mengantar pemilikinya Suh Kyung-Bae jadi orang terkaya di Korea, pada Juli 2015. Tentu saja kekayaan itu bersumber dari penjualan produk-produk skincare dan kecantikan yang laku keras, bahkan di luar negaranya. 

Dalam konteks tampilan Korea, bahasannya jadi sedikit kompleks, manakala yang diinginkan penikmat K-Wave, bukan hanya kecantikan tapi keadaan kulit para pesohor. Secara sederhana, tampilan dipengaruhi keadaan luar yang mudah diubah. Misalnya lewat pulasan material kosmetik, dapat mengubah bibir kering jadi merah merona. Hidung yang terlalu lebar, dengan membubuhkan bedak di sana-sini jadi lancip mengerucut. Atau alis yang kelewat tipis, dapat dipertebal menggunakan pensil alis atau pewarna rambut. Terdapat produk dan seni mengubah, yang dapat digunakan memperbaiki keadaan. Tentu saja, mengubah keadaan luar sifatnya sementara. 

Tak demikian halnya, dengan keadaan kulit. Ini sangat dipengaruhi struktur dalam yang sudah terberi. Susunan genetik. Untuk mengubah keadaan kulit dari sawo matang ke glowing, harus mengubah susunan yang sudah teratur. Namun, walaupun genetik kulit hampir tak mungkin diubah, bukan berarti menjadi glowing tak mungkin. Lewat upaya tertentu, dapat dihasilkan efek perubahan permanen. Banyak contoh keberhasilan, dalam kategori ini. 

Adanya penikmat K-Wave yang dengan kekaguman pada pesohor, hingga mengubah keadaan kulitnya, tentu bukan didorong oleh keinginan yang sifatnya sementara. Ini tentu terjadi akibat pandangan mendasar, yang boleh jadi bersifat ideologis. Faktor pendorong itu, bisa bersumber dari ideologi white supremacy. Ini turut bangkit, lewat tampilan pesohor-pesohor K-Wave. Yang dalam relasinya sebagai tontonan, putih terlihat sebagai bersih, putih sebagai majikan, putih sebagai kerja di gedung-gedung mewah berpendingin ruangan. Putih pada akhirnya adalah ilusi yang digenggam jadi tujuan yang hendak dicapai. Tapi dari mana ilusi itu bermula?    

Sejarah pembentukan ilusi kulit putih sebagai kelompok superior, white supremacy, tak pernah berakhir. Ia merupakan warisan kolonialisme. Yang terjadi hanya pasang surut modus, bongkar pasang pelaku maupun otak-atik medium penyebaran. Sebagai gerakan, white supremacy pernah dibela, didukung dengan kekuatan, namun juga dibenci dan dicaci. Tapi yang jelas, konstruksi nilai-nilainya tetap setia disusupkan, baik formal maupun samar termasuk lewat kemasan iklan dan hiburan. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait