URnews

Masih Uji Klinis, Perusahaan Farmasi Lomba Bikin Rantai Pasokan Vaksin

Nunung Nasikhah, Rabu, 12 Agustus 2020 15.21 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Masih Uji Klinis, Perusahaan Farmasi Lomba Bikin Rantai Pasokan Vaksin
Image: Seorang ilmuan di Laboratorium ‘Janssen’, perusahaan milik Johnson & Johnson yang saat ini berada dalam fase menjelang uji klinis vaksin COVID-19 potensial (www.jnj.com)

Jakarta - Sembari menyelesaikan formula ‘final’ vaksin untuk mencegah penyebaran virus corona penyebab COVID-19, perusahaan farmasi dunia diam-diam mulai membangun rantai pasokan untuk pendistribusian vaksin tersebut kepada milyaran manusia di dunia.

Dengan begitu, saat nantinya vaksin disetujui, perusahaan farmasi tersebut dapat melayani permintaan global dengan cepat.

Berbeda dari lainnya, rantai pasokan untuk vaksin cenderung lebih sulit, rumit dan berisiko tinggi. Hal tersebut berhubungan dengan masa ketahanan vaksin yang tidak lama, sehingga pendistribusian ke seluruh dunia harus dilakukan secara cepat.

Perusahaan farmasi harus mempersiapkan banyak hal mulai dari antrean bahan baku dan kapasitas pabrik untuk memproduksi vaksin dalam volume besar.

Selain itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan peralatan yang dibutuhkan untuk mengangkut jutaan dosis vaksin tersebut melalui saluran distribusi yang harus tunduk pada kontrol keamanan dan suhu yang ketat.

Vaksin-vaksin tersebut mayoritas akan dikirim ke rumah sakit, apotek, dan pusat vaksinasi dengan waktu yang cepat.

“Kami belum pernah melakukan sesuatu pada skala ini sebelumnya,” ungkap Wakil Presiden Janssen Pharmaceutical Companies, Remo Colarusso, seperti dikutip dari Wall Street Journal (12/8/2020).

Janssen Pharmaceutical Companies merupakan perusahaan milik Johnson & Johnson (J&J) yang saat ini berada dalam fase menjelang uji klinis vaksin potensial.

Saat ini, J&J telah mencapai kesepakatan dengan produsen obat AS, Emergent BioSolutions Inc. dan Catalent Inc. dan berencana untuk memperluas manufaktur di Eropa dan Asia.

Selain itu, Calarusso juga mengatakan, perusahaanya juga akan membuat obat di seluruh dunia secara bersamaan untuk pertama kalinya.

Perusahaan J&J juga sedang mengembangkan vaksin menggunakan virus flu yang tidak aktif. Untuk memproduksinya, perusahaan berencana menggunakan jenis bioreaktor yang sama dengan yang digunakan untuk membuat vaksin Ebola, yang bulan ini telah mendapatkan persetujuan peraturan kritis di Eropa.

Sementara perusahaan lain, termasuk Moderna dan Pfizer, sedang mengembangkan jenis vaksin baru yang menghasilkan mRNA, sejenis materi genetik.

Membuat bahan vaksin ini dalam jumlah yang besar akan membutuhkan peralatan yang lebih kecil dibanding menggunakan metode lainnya.

Namun, formula bahan vaksin ini membutuhkan proses yang unik. Oleh karenanya, Pfizer sedang merancang mesin baru dengan vendornya dan memodifikasi pabriknya untuk memasang peralatan yang dibutuhkan.

Di sisi lain, salah satu pengembang vaksin COVID-19 dari Cambrige, Moderna Inc., pada awal pekan ini mengatakan pihaknya telah memulai pengujian tahap akhir.

Begitu pula dengan Novavax Inc., pengembang obat yang berbasis di Gaithersburg, Maryland, AS yang dianugerahi hibah federal terbesar untuk pembuatan vaksin hingga saat ini.

“Hanya karena Novavax belum membawa produk ke pasar, tidak berarti bahwa kami tidak memiliki tim yang memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melakukan itu (pengembangan vaksin),” kata Wakil Presiden Eksekutif Novavax, John Trizzino.

Tak ketinggalan, perusahaan pembuat obat yang berpengalaman, Pfizer Inc., yang saat ini juga tengah mengembangkan kandidat vaksin dengan BioNTech mengatakan bahwa mereka sedang bergerak untuk menopang proses yang ada dalam pembuatan dan pengiriman vaksin tersebut.

“Setiap hari, [kami] mencoba melakukan hal-hal yang biasanya kami lakukan dalam setahun, kami lakukan dalam beberapa bulan. Hal-hal yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan, kami lakukan dalam beberapa hari,” kata Pamela Siwik, Wakil Presiden Divisi Pasokan Global di Pfizer Inc.

Tak hanya perusahaan farmasi, penyiapan rantai pasokan vaksin COVID-19 ini juga mengandung campur tangan pemerintah Amerika Serika.

Mereka bahkan telah mengalokasikan $10 miliar atau setara dengan Rp 148 triliyun, untuk Operation Warp Speed, sebuah inisiasi yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan vaksin agar mampu mendistribusikan 300 juta dosis vaksin virus corona pada Januari 2021.

Tak hanya itu. Anggota parlemen setempat juga tengah mempertimbangkan rencana untuk meningkatkan pengembangan vaksin COVID-19 dengan tambahan $25 miliar atau setara dengan Rp 370,162 triliyun.

“Setelah vaksin berhasil dikembangkan, bagaimana kalian mendapatkan semua produksi (vaksin) yang kalian butuhkan, dan bagaimana mendapatkannya? Disinilah peran yang jelas akan kami mainkan,” kata Pemimpin Mayoritas Senat, Mitch McConnell (R., Ky.), Juli lalu menjelang negosiasi di Kongres untuk putaran bantuan virus corona berikutnya.

Di samping itu, menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada awal pekan ini, ada 25 vaksin potensial dalam evaluasi klinis dan 139 dalam evaluasi pra-klinis.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait