URnews

Mengenal Chairil Anwar, Sosok di Balik Hari Puisi Nasional

Nivita Saldyni, Kamis, 28 April 2022 10.44 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Chairil Anwar, Sosok di Balik Hari Puisi Nasional
Image: Chairil Anwar. (Dok. Kemendikbud RI)

Jakarta - Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April. Hari ini bertepatan dengan meninggalnya salah satu legenda penyair Indonesia, Chairil Anwar.

Penyair asal Medan, Sumatera Utara (Sumut) yang dijuluki 'Si Binatang Jalang' ini meninggal dunia tiga bulan setelah sang ayah, Teoloes bin Haji Manan meninggal dunia ditembak Belanda dalam Aksi Polisionil Belanda di Rengat. Tepatnya, Chairil Anwar meninggal pada 28 April 1949 di Jakarta saat usianya 28 tahun.

Ia meninggal karena sakit paru-paru. Chairil Anwar disemayamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta pada 29 April 1949. Tak sulit bagi Urbanreaders untuk menemukan makam Chairil Anwar, sebab ada batu nisan khas berbentuk seperti pena yang menancap di makam sang penyair.

Dilansir dari laman Ensiklopedia Kemendikbud RI, hingga akhir hayatnya Chairil Anwar dikenal sebagai penyair yang tak lepas dari puisi Indonesia modern. Dedikasinya yang tinggi di bidang sastra pun berhasil membuatnya dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45, yaitu tren baru pemakaian kata dalam puisi yang terkesan lugas, solid, dan kuat.

Masa kecil Chairil Anwar dihabiskan di Medan. Ia diketahui mengenyam pendidikan dasar di Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) Medan. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Medan. Namun setelah kelas satu, Chairil Anwar pindah ke Jakarta dan masuk ke MULO di Jakarta.

Sejak saat itu, Chairil Anwar gemar membaca buku-buku untuk tingkat Hogere Burger School (HBS), pendidikan menengah umum untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elit pribumi.

Namun ia lagi-lagi tak menamatkan pendidikannya. Setelah kelas dua, Chairil Anwar memutuskan belajar sendiri. Ia pun mulai belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman dan akhirnya bisa membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing tersebut.

Chairil Anwar kemudian mulai menulis pada 1942. Karya pertamanya adalah puisi berjudul 'Nisan'. Sejak saat itu ia terus menulis dan hidup dari menulis. Hingga meninggal dunia, Chairil Anwar telah melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi. Bahkan tak sedikit yang terkenal, di antaranya puisi berjudul 'Aku', 'Karawang-Bekasi', dan 'Diponegoro' yang bertema perjuangan. Ada juga  'Senja di Pelabuhan Kecil', 'Doa', dan 'Selamat Tinggal' yang bertema percintaan dan renungan.

Kemudian pada 1969, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan Anugerah Seni kepada Chairil Anwar. Penghargaan itu tercatat dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 12 Agustus 1969. Anak Chairil Anwar, Evawani Alissa menerima penghargaan tersebut untuk mewakili mendiang ayahnya.

Sejak saat itu, hari meninggalnya Chairil Anwar, 28 April ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional. Setiap tahunnya di tanggal ini, masyarakat Indonesia, khususnya para pencinta puisi akan mengenang sosok Chairil Anwar lewat karya-karyanya. Selamat Hari Puisi Nasional, Urbanreaders.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait