URstyle

Mengenal Skizofrenia Paranoid, Penyakit yang Diderita Isabella Guzman

Eronika Dwi, Selasa, 8 September 2020 10.30 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Skizofrenia Paranoid, Penyakit yang Diderita Isabella Guzman
Image: Image: shutterstock

Jakarta - Media sosial mendadak ramai membicarakan kembali kasus seorang remaja yang menikam ibu kandungnya sendiri hingga 151 kali pada 28 Agustus 2013 lalu.

Dia adalah Isabella Yun-Mi Guzman, seorang remaja asal Colorado, Amerika Serikat yang saat itu usianya menginjak 18 tahun.

Isabella menikam ibunya, Yun Mi Hoy yang berusia 47 tahun, sebanyak 35 kali di wajah dan 51 kali di leher.

Selain itu Isabella juga menghabisi sang ibu dengan memukulnya menggunakan tongkat baseball.

Akibat peristiwa tersebut, Isabella ditangkap. Namun, pengadilan memutuskan Isabella tidak bersalah karena kondisi kejiwaan.

1599532007-Isabella-Guzman.jpgSumber: Twitter @gowjek

Pengadilan memutuskan untuk Isabella dikirim ke rumah sakit jiwa untuk diperiksa.

Isabella kemudian dikirim ke Institut Kesehatan Mental Colorado di Pueblo karena hasil diagnosis menyatakan dirinya menderita skizofrenia paranoid.

"Ada tanda-tanda halusinasi yang jelas. Dia menatap ke langit, bercakap-cakap dengan orang-orang yang tidak ada, dan dia menertawakan dirinya sendiri," kata Dr. Richard Pounds seperti dikutip Daily Mail, Selasa (8/9/2020).

Lalu apa yang dimaksud dengan skizofrenia paranoid yang dialami Isabella?

Melansir WebMD, schizophrenia paranoia atau skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe penyakit psikis skizofrenia, yang mana pikiran penderitanya menolak kenyataan.

Umumnya, penderita skizofrenia paranoid merasa bahwa dirinya lebih kuat, lebih hebat, dan bahkan memiliki pengaruh besar dari musuh-musuh khayalan mereka lewat halusinasi tidak nyata yang dialaminya.

Keadaan tersebut memengaruhi cara penderitanya berpikir dan berperilaku. Umumnya, penderita merasa bahwa dirinya lebih kuat, dan lebih hebat.

Bahkan penderita skizofrenia paranoid akan merasa memiliki pengaruh besar dari musuh-musuh khayalan mereka lewat halusinasi.

Selain itu, penderita skizofrenia paranoid akan mudah curiga terhadap orang lain sehingga membuat mereka merasa terancam dan marah.

Hal itu yang membuat si penderita sulit dalam melakukan pekerjaan, menjalin persahabatan, hingga pergi ke dokter.

Skizofrenia paranoid juga sering kali muncul dengan cara dan waktu yang berbeda atau bisa dibilang tidak bisa diprediksi kapan penyakit tersebut akan muncul kepada si penderita.

Beberapa peneliti menyebut, penyakit yang disebabkan oleh terjadinya disfungsi pada otak tersebut juga bisa karena faktor keturunan dan lingkungan.

Penyakit skizofrenia paranoid biasa muncul pada akhir masa remaja dan berlaku seumur hidup.

Mengutip Healthline, ada berbagai faktor yang dapat meningkatkan peluang seseorang untuk mengalami penyakit tersebut, seperti stres pada usia muda, atau rasa trauma saat masih anak-anak.

Rasa trauma tersebut dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya menerima perlakuan yang tidak menyenangkan secara fisik maupun verbal ketika masih kecil.

Bisa juga karena rasa trauma ketika melihat kejadian yang sulit untuk dilupakan dan menciptakan ketakutan tersendiri hingga menginjak usia dewasa.

Penderita juga bisa mengalami Skizofrenia paranoid karena penyalahgunaan obat-obatan tertentu dan obat-obatan terlarang (narkoba).

Namun, penyakit tersebut juga bisa muncul saat si penderita masih berada di janin ibunya akibat beberapa peluang, seperti infeksi virus dan malnutrisi saat masih janin atau usia ketika mengandung.  

Gejala Skizofrenia Paranoid

1. Delusi paranoid yang rutin dan stabil.

2. Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan (halusinasi).

3. Halusinasi suara (seperti mendengar orang lain mengolok-olok dirinya).

4. Rasa cemas, curiga, dan suka menyendiri (ansos).

5. Mengalami perasaan cemburu yang tidak realistis.

6. Mempunyai gangguan persepsi.

Penderita skizofrenia paranoid juga mempunyai gejala ringan selain dari gejala utama yang timbul, seperti:

1. Terobsesi saat melihat keadaan sekarat atau kekerasan.

2. Suasana hati yang tidak stabil.

3. Pola tidur dan makan yang berubah-ubah

4. Konsumsi minuman keras atau obat-obatan yang terus meningkat hingga berlebihan.

5. Kadang, mengucapkan salam perpisahan yang tidak biasa.

6. Kerap membagikan barang pribadi pada orang terdekat.

Satu-satunya cara untuk menangani penyakit tersebut adalah dengan mengonsumsi obat berupa pil, cairan, atau suntikan untuk menghentikan gejala.

Selain obat, bantuan seperti konseling atau terapi perilaku kognitif juga dapat mengajarkan bagaimana mengelola gejala yang tidak hilang, bahkan ketika  penderita minum obat. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait