URtrending

Menkominfo Sesumbar UU Cipta Kerja Dukung Percepatan Transformasi Digital

Afid Ahman, Selasa, 6 Oktober 2020 17.09 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Menkominfo Sesumbar UU Cipta Kerja Dukung Percepatan Transformasi Digital
Image: Menkominfo menyakini UU Cipta Kerja dapat mempercepat transformasi digital, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional. (Dok. Kominfo)

Jakarta - Pro dan kontra mewarnai disahkannya Undang-undang Cipta Kerja. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan UU tersebut dapat membawa perubahan penting karena mempercepat transformasi digital, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Undang-Undang Cipta Kerja sangat mendukung Program Transformasi Digital Nasional, proses migrasi siaran TV analog ke digital, penyehatan industri telekomunikasi dan penyiaran serta optimalisasi sumber daya terbatas yaitu spektrum frekuensi radio, serta pemanfaatannya untuk kepentingan nasional,” ujarnya dalam Konferensi Pers Virtual, Jakarta, Selasa (06/10/2020).

Dijelaskannya Undang-Undang Cipta Kerja mengubah 76 undang-undang, secara garis besar mencakup  peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan, perlindungan dan pemberdayaan UMKM dan koperasi, ketenagakerjaan, riset dan inovasi, kemudahan berusaha, pengadaan lahan (land bank), kawasan ekonomi, investasi Pemerintah Pusat dan Proyek Strategis Nasional, Dukungan Administrasi Pemerintahan, dan Sanksi.

Pada sektor telekomunikasi, penyiaran dan pos, Undang-Undang Cipta Kerja mengubah dan menambah beberapa ketentuan dalam 3 (tiga) undang-undang yaitu, UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos.

Ada tiga hal fundamental yang dianggap mempengaruhi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yakni menembus kebuntuan regulasi, implementasi Analog Switch Off (ASO) di tahun 2022 dan pencegahan inefisiensi frekuensi dan infrastruktur pasif.

“Dengan terealisasinya  dasar hukum migrasi penyiaran TV analog ke digital dan kepastian tenggat waktu Analog Switch Off (ASO), Indonesia dapat segera mengejar ketertinggalan dari negara lain dalam pemanfaatan digital dividend spektrum frekuensi radio di pita 700MHz yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan penanganan kebencanaan, serta kepentingan Digitalisasi Nasional,” jelasnya.

Menteri Kominfo menyatakan ASO juga menghilangkan potensi interferensi frekuensi antara negara yang berbatasan, khususnya di ASEAN yang telah sepakat untuk seluruhnya migrasi siaran TV analog ke digital.

“Seperti diketahui bahwa saat ini Indonesia sangat tertinggal dari negara lain di bidang siaran TV digital hampir 90%  negara di dunia telah menghentikan siaran TV analog yang sangat boros pita frekuensi radio, energi dan tampilan serta fiturnya  yang kurang optimal,” ungkapnya.

Hal fundamental kedua berkaitan dengan pembahasan dan pemikiran terkait migrasi TV analog yang telah berlangsung sejak tahun 2004. Menurutnya, pembentukan Tim Nasional Migrasi TV Digital dan standar Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVBT)  juga telah dilakukan pada tahun 2007, namun terus kandas karena gagalnya kehadiran legislasi berupa Undang-undang di bidang penyiaran.  

“Padahal kesepakatan internasional untuk dilakukannya ASO sudah sangat lama berlangsung. International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006 telah memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 menuntaskan ASO paling lambat 2015,” tuturnya.

Menteri Kominfo mengungkap hasil Konferensi ITU 2007 dan 2012 mengenai pita spektrum frekuensi radio UHF (700 MHz) semula untuk TV terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband.

“Di tingkat regional, terdapat Deklarasi ASEAN: Menuntaskan ASO di tahun 2020. Itu Pun kita sudah tertinggal 2 tahun, karena baru kita laksanana dua tahun setelah pengesahan undang-undang ini. Semua hambatan itu akan berakhir seiring disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan kebuntuan itu diakhiri,” tegasnya.

Perubahan fundamental ketiga berkaitan dengan penetapan ASO paling lambat pada tahun 2022. Menteri Johnny meyakini hal itu  akan membawa dampak luar biasa khususnya dalam penghematan pita frekuensi 700 MHz sebagai frekuensi yang sangat ideal untuk Transformasi Digital Nasional.

“Saat ini dengan menggunakan sistem analog seluruh kapasitas frekuensi 700 MHz sejumlah 328 MHz digunakan untuk siaran TV. Dengan ASO akan ada penghematan (digital dividend) sebesar 112 MHz yang dapat digunakan untuk kepentingan yang pertama pasti untuk transformasi digital,” tuturnya.

Menteri Kominfo menyatakan pemanfaatan frekuensi 700 MHz untuk mobile broadband akan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia berupa penambahan kenaikan PDB, penambahan lapangan kerja baru; penambahan peluang usaha baru; dan penambahan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Hal fundamental ketiga, Undang-Undang Cipta Kerja memberikan dasar hukum dalam rangka mendukung percepatan transformasi digital. Bahkan, menurutnya dapat mencegah inefisiensi pemanfaatan sumberdaya terbatas seperti spektrum frekuensi dan infrastruktur pasif.

“Fakta bahwa infrastruktur itu dibangun oleh masing-masing pelaku Industri selain telah menyebabkan biaya tinggi juga telah berdampak pada pembangunan tata kota, sehingga tampak seperti tidak ada koordinasi satu sama lain. Padahal dengan pendekatan infrastruktur sharing bahkan frekuensi sharing maka Industri dapat melakukan efisiensi optimal. Dengan kekuatan ini selayaknya industri Telekomunikasi dalam negeri dapat mampu bersaing dengan global player termasuk over the top (OTT),” ungkapnya.

Undang-Undang Cipta Kerja juga mencegah dampak dibukanya network sharing dengan menetapkan tarif batas atas dan batas bawah. Norma itu dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan  agar tercipta persaingan usaha yang sehat pada sektor telekomunikasi.

“Pada prinsipnya pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan cara ini industri dapat bersaing lebih sehat, tetapi kepentingan publik juga dilindungi secara baik,” tegasnya.

Pemegang Perizinan Berusaha penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi, menurut Menteri Johnny dapat melakukan kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi lain dalam penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru.

“Hal ini memberikan ruang yang lebih luas dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi berbasis wireless ke depannya. Spektrum frekuensi radio yang sifatnya terbatas di tengah jumlah pengguna yang semakin meningkat membutuhkan payung hukum untuk berkolaborasi sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia dapat tetap kompetitif dengan bangsa lain dalam hal pemanfaatan teknologi-teknologi termutakhir,” paparnya.

Ruang kerja sama itu dapat digunakan untuk implementasi 5G sebagai salah satu milestone pertama. 

“Dampaknya, layanan 5G di Indonesia akan optimal sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja baru di era Industri 4.0. Pada akhirnya transformasi digital di Indonesia adalah transformasi digital yang berdaya saing dan adaptif terhadap perkembangan teknologi,”ujarnya.

Guna memberikan kepastian dan menghilangkan ambiguitas dalam hal kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, Menkominfo menyatakan Pemegang Perizinan Berusaha dan Persetujuan untuk penggunaan spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

“Besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi radio. Dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio tidak optimal dan/atau terdapat kepentingan umum yang lebih besar, Pemerintah Pusat dapat mencabut Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan spektrum frekuensi radio,” ungkapnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait