URtech

Menolak Sisi Gelap Kapitalisme Digital

Firman Kurniawan S, Senin, 31 Oktober 2022 16.44 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Menolak Sisi Gelap Kapitalisme Digital
Image: Ilustrasi - Teknologi digital. (Freepik)

APA frase yang tepat untuk menunjukkan relasi pengguna dengan media digitalnya? ‘Menggunakan media digital’ atau ‘digunakan oleh media digital?’ Dalam keadaan rutin seraya menikmati manfaatnya, ‘menggunakan media digital’, lebih menggambarkan keadaan yang nampaknya nyata.

Namun ketika dalam kenyataannya, justru para pengembang platform yang menikmati keuntungan ekonomi dari perangkat yang mereka ciptakan, frase ‘digunakan oleh media digital’ lebih menggambarkan realitas yang terjadi.

Robert Muggah, Rafal Rohozinski, dan Ian Goldin dalam artikelnya berjudul ‘The Dark Side of Digitalization – and How to Fix It’, yang termuat di media World Economic Forum, September 2020, menyebutkan: revolusi digital memang telah mengubah cara hidup dan berinteraksi.

Namun keuntungan ekonomi yang diperoleh, dinikmati berat sebelah. Negara-negara besar tempat platform dikembangkan, terutama perusahaan pengembang platform itu sendiri, terbukti lebih menikmati keuntungannya.

Disebabkan oleh kesenjangan keterhubungan digital yang masih jadi permasalahan di negara-negara yang lebih miskin, negara-negara kaya di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur jadi penguasa 90% pusat data dunia. Ini kemudian berimplikasi pada 90% kapitalisasi pasar di platform digital dunia. Hasilnya dinikmati negara-negara maju itu.

Keberhasilan ekonomi digital, lanjut ketiga penulis ini, tak ditentukan oleh jumlah ponsel maupun tersedianya jaringan penghubung. Manfaat dari media digital justru terbangun oleh kepemilikan infrastuktur, kode dan data.

Ini artinya, negara-negara bukan tempat platform dikembangkan, digunakan oleh pengembang platform. Mereka didorong memanfaatkan infrastuktur maupun kode yang dikembangkannya, demi memproduksi data dengan massif.

Data ini jadi sumber kapitalisasi, yang tak pernah kering. Perusahaan-perusahaan sejenis Amazon, Alpahabet, Apple, Google, Facebook, dan Microsoft, termasuk juga Alibaba, Baidu, Huawei, Tencent, We Chat, dan ZTE, menempati posisi pasar yang dominan. Mereka menguras keuntungan, sebagaimana beroperasinya sebuah tambang. Jargon ‘data is the new oil’, memperoleh relevansinya dalam relasi ini.

Ini ketika diproyeksikan pada keadaan Indonesia, yang menurut data We Are Social - Hootsuite, 2022, sebanyak 73,7%  masyarakatnya telah terhubung oleh internet, dan dengan kepemilikan mobile cellular sebesar 133,3% dari keseluruhan penduduk, menempatkannya sebagai penyumbang keuntungan besar, pengembang platform.

Produksi, distribusi, sekaligus konsumsi data, oleh 68,9% masyarakat Indonesia yang aktif bermedia sosial, dengan penggunaan internetnya rata-rata 8 jam 36 menit perhari, jadi sumber pendapatan platform yang subur. Jika pun negara-negara di luar pengembang platform menikmati keuntungan ekonomi, itu tak signifikan. Keuntungan sosial budayanya yang justru nampak menonjol. Ini seakan menutupi kecilnya nilai ekonomi yang diperoleh.    

Aplikasi ‘digunakannya’ para pemilik akun media digital oleh pengembang platform, lebih gamblang dijelaskan oleh Mick Chrisnall, 2020. Ia adalah Direktur Konsultasi Bisnis di Institut Tata Kelola dan Analisis Kebijakan, Universitas Canberra. Penyandang gelar master di bidang Matematika dan PhD, di bidang Ilmu Politik.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait