URnews

Menteri BUMN Erick Thohir Pernah Jualan Biji Karet Semasa Kecil

Dyta Nabilah, Rabu, 2 Juni 2021 14.15 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Menteri BUMN Erick Thohir Pernah Jualan Biji Karet Semasa Kecil
Image: Erick Thohir menyambut kedatangan vaksin COVID-19 di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (31/5/2021). (AmiriYandi/InfoPublik/DJIKP/Kemkominfo)

Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia, Erick Thohir merupakan salah satu menteri terkaya. Sebelum menjabat, ia sudah memiliki berbagai usaha yang sukses, salah satunya di bidang media.

Dalam podcast milik Deddy Corbuzier, Erick mengaku bahwa dirinya tidak pernah hidup susah.

“Kalo orang nggak susah, nggak jualan biji karet,” canda Deddy diiringi tawa lepas.

Erick pun menanggapi dengan santai. Ia bercerita pengalamannya berjualan biji karet bersama teman-temannya saat masih kecil.

Dahulu, Erick memang gemar bermain permainan tradisional seperti biji karet, ikan cupang, dan takadal. Ketika sedang asik berkumpul, ada seorang pedagang biji karet yang menghampiri.

Ia merasa kasihan melihat seorang bapak penjual itu. Kemudian muncul ide untuk memborong semua biji karet karena dianggap harganya akan lebih murah.

“Wah kalau dibeli semua mungkin lebih murah nih, kita bisa main seminggu. Namanya anak kecil, umur sepuluh tahun waktu itu,” cerita Erick.

Teman-temannya pun menyetujui ide Erick dan memecahkan celengan pribadi untuk kumpulkan uang.

“Udah empat, lima hari, tangannya sakit, kan diadu terus. Udah bosen ya kan? Nah kalau nggak salah Sabtu masih sekolah, kita jual sisanya di depan sekolah,” ujarnya.

Kemudian, Erick melanjutkan bahwa ia membagi posisi teman-temannya saat berjualan agar lebih menyebar. Meski tidak habis, biji karet yang ia jual tetap laku.

“Sebagian kita masukin ke celengan lagi, sisanya kita beli siomay,” kata Erick memaklumi masa kecilnya.

Menurutnya, permainan zaman dulu memang berbentuk fisik, belum ada yang digital. Biji karet pun mulai dilupakan karena anak-anak sudah beralih ke permainan baru. Hal ini wajar adanya, karena setiap generasi pun selalu berubah.

“Tapi, menurut saya itu yang juga kita kehilangan sih. Dalam arti, interaksi antara kita dengan sekitarnya itu berubah,” komentar Erick.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait