Apa Itu SOS? Ini Penjelasan dan Sejarahnya!

Jakarta - Banyak orang yang mengira bahwa sinyal marabahaya SOS memiliki arti 'Save Our Souls' atau 'Save Our Ship'.
Atau dalam Bahasa Indonesia diartikan "selamatkan jiwa kita" atau "selamatkan kapal kita". Namun kedua arti itu ternyata adalah backronym, dan SOS sebenarnya tidak berarti apa pun.
Dilansir laman Mental Floss, faktanya, sinyalnya sebenarnya tidak membentuk tiga huruf. Ini hanyalah rangkaian kode Morse yang terdiri dari tiga titik, tiga garis, dan tiga titik yang semuanya berjalan bersama tanpa spasi atau titik (… ---…).
Karena tiga titik membentuk huruf 'S' dan tiga tanda hubung membentuk 'O' dalam kode Morse Internasional, sinyal itu kemudian disebut 'SOS' demi kenyamanan.
Baca Juga: Tanda SOS Muncul di Google Maps, Kok Bisa?
Ketika mesin radiotelegraph nirkabel pertama kali masuk ke kapal sekitar pergantian abad ke-20, pelaut dalam bahaya membutuhkan cara untuk menarik perhatian, memberi sinyal kesusahan, dan meminta bantuan.
Kemudian sinyal unik akan memancarkan dengan jelas dan cepat dan tidak akan bingung untuk komunikasi lainnya.
Pada awalnya, organisasi dan negara yang berbeda memiliki sinyal marabahaya 'internal' mereka sendiri.
Angkatan Laut AS menggunakan 'NC' yang merupakan sinyal bendera maritim untuk bahaya dari Kode Sinyal Internasional.
Sementara iru, Perusahaan Marconi, yang menyewakan peralatan dan operator telegrafnya ke berbagai kapal, menggunakan kode 'CQD'.
Kemudian regulasi Jerman untuk Kontrol Telegrafi Spark pada tahun 1905 mengamanatkan bahwa semua operator Jerman menggunakan “… ---…”.
Dengan banyaknya sinyal marabahaya di berbagai negara justru malah membingungkan. Apalagi jika sewaktu-waktu kapal mengalami kesulitan di perairan asing dan harus mendapat pertolongan.
Dengan demikian, kapal yang mengalami kesulitan di perairan asing memiliki kendala bahasa yang harus diatasi dengan calon penyelamat, bahkan jika menggunakan Kode Morse Internasional.
Karena masalah ini, berbagai negara akhirnya memutuskan untuk berkumpul dan mendiskusikan gagasan untuk menetapkan beberapa peraturan internasional untuk komunikasi radiotelegraf.
Pada tahun 1906, Konvensi Telegraf Nirkabel Internasional yang diadakan di Berlin, dan para delegasi berusaha membuat panggilan darurat berstandar internasional.
Marconi “-.-. - .-- ..”, dan “……… -..-..- ..” (“SSSDDD”), yang telah diusulkan Italia pada konferensi sebelumnya, dianggap terlalu rumit.
Kemudian Jerman menguslkan "... --- ..." yang dapat dikirim dengan cepat dan tidak mudah disalahartikan. Akhirnya usulan tersebut dipilih sebagai sinyal marabahaya internasional untuk negara-negara yang bertemu di konferensi, dan mulai berlaku pada 1 Juli 1908.
Pada bulan Agustus 1909, sinyal 'SOS' pertama digunakan oleh operator nirkabel di SS Arapahoe, mereka mengirim sinyal ketika kapal mengalami kerusakan di lepas pantai Cape Hatteras, Karolina utara.
Hanya saja, tidak semua orang setuju dengan standar baru ini. Perusahaan Marconi sangat enggan menyerah pada sinyal marabahaya 'CQD'.
Operator Marconi di kapal Titanic awalnya hanya mengirimkan sinyal tersebut setelah kapal menabrak gunung es, sampai operator lain menyarankan agar mereka mencoba sinyal 'SOS' yang baru juga.
Berikut macam-macam sinyal marabahaya yang digunakan secara internasional:
1. Sinyal visual ini mirip nyala api, suar merah, sinyal asap oranye, atau bendera persegi yang ditampilkan dengan bola di bawah
2. Sinyal suara, yakni seperti pistol atau roket yang ditembakkan secara berkala ke langit, atau bunyi terus menerus dari peralatan sinyal kabut
3. Sinyal radio, yakni kelompok Morse SOS atau sinyal kode internasional NC, atau kata yang diucapkan 'Mayday' (yang diucapkan seperti bahasa Prancis m’aider, yang memiliki arti tolong saya) oleh radiotelepon.