URnews

Cara Kurangi Dampak Emisi Gas, Pengelolaan Sampah hingga Sertifikasi Keberlanjutan

William Ciputra, Rabu, 9 Agustus 2023 16.24 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Cara Kurangi Dampak Emisi Gas, Pengelolaan Sampah hingga Sertifikasi Keberlanjutan
Image: Ilustrasi - Efek rumah kaca yang membahayakan lingkungan. (Pixabay)

Jakarta - Sudah bukan rahasia lagi, emisi gas rumah kaca menjadi masalah di hampir semua negara. Forum-forum internasional pun telah berkali-kali membahas hal ini.

Para pemimpin negara di dunia juga telah mengambil sejumlah kebijakan untuk mencegah emisi gas rumah kaca semakin buruk. Komitmen-komitmen untuk mengurangi dampak buruk gas rumah kaca juga telah ditandatangani.

Sejatinya, emisi gas rumah kaca (GRK) memang dibutuhkan oleh bumi. Utamanya untuk menjaga suhu bumi agar perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar. 

Para ilmuwan yang mempelajari efek rumah kaca sejak tahun 1824. Salah satu ilmuwan, Joseph Fourier mengatakan, adanya gas-gas rumah kaca tersebut membuat iklim bumi layak huni.

Tanpa efek rumah kaca, diperkirakan suhu permukaan bumi akan berubah sekitar 60°F atau 15,6° C lebih dingin. 

Pemerhati lingkungan yang juga Ketua Umum Masyarakat Perkotaan Indonesia, Ubaidillah menjelaskan, efek rumah kaca adalah fenomena alam ketika gas-gas tertentu di atmosfer bumi terperangkap sehingga tidak melepasnya kembali ke angkasa. 

“Efek rumah kaca itu gas di atmosfer yang tidak ditangkap ke atas dan dipancarkan lagi ke bumi sehingga membentuk emisi yang cukup tinggi radiasinya. Itu penyebabnya ada dua zat emisi yang cukup signifikan, yaitu karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4),” kata Ubai saat dihubungi melalui saluran telepon, Selasa (1/8/2023). 

Ubai menerangkan, karbondioksida dihasilkan dari emisi bahan bakar fosil seperti batubara dan gas bumi. Sedangkan gas metana bersumber dari pengelolaan limbah, pertanian dan peternakan, serta limbah sampah rumah tangga. 

Selain itu, efek rumah kaca juga terjadi karena aktivitas penggundulan hutan, minimnya penghijauan di perkotaan, serta industri yang turut menghasilkan gas karbon dari aktivitas industrinya. 

Dampak yang paling terasa adalah pemanasan global, termasuk peningkatan suhu bumi, perubahan iklim yang tidak menentu, kenaikan permukaan air laut, hingga gangguan ekosistem dan pemusnahan hayati. 

Apa yang disampaikan Ubai sejalan dengan data yang dikeluarkan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Disebutkan bahwa sejak tahun 1990, sudah ada 420 juta hektar hutan yang musnah dengan alasan untuk pertanian, perkebunan, pemukiman, hingga pembangunan infrastruktur. 

Indonesia sendiri masuk dalam negara-negara yang penyumbang penggundulan hutan paling parah bersama Brasil, dan Republik Kongo Demokratik.

Ubai menambahkan, terjadi kerusakan lingkungan akibat dari efek rumah kaca ini. Ia pun menyebutkan beberapa kerusakan itu, seperti perubahan iklim yang berdampak pada musim hujan yang tidak menentu sehingga terjadi banjir dan kekeringan. 

Di Indonesia, terutama di pesisir pantai utara Jawa, turut menjadi korban kerusakan ini dengan terjadinya banjir air pasang laut (rob), seperti di Jakarta dan Semarang. 

Selain itu, imbuh Ubai, pada tahun 2023 ini Indonesia masuk dalam daftar 10 besar kota dengan polusi udara terburuk, dan menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat polusi udara paling buruk.

Pelaku Usaha

1691572377-Polusi-udara.jpg Ilustrasi. (Pixabay)

Mengatasi dampak buruk emisi GRK harus dilakukan secara massif oleh semua pihak. Selain action plan yang dilakukan secara besar-besaran, masyarakat dan pelaku usaha juga bisa mengurangi dampak buruk ini mulai dari hal-hal kecil.

“Dari masyarakat bisa melakukan hal kecil seperti sadar sampah, yaitu mengelola sampah berdasarkan klasifikasinya sejak dari rumah sehingga memudahkan pengelolaan di tingkat yang lebih besar. Masyarakat juga bisa melakukan penghijauan di lingkungan rumah,” katanya. 

Penanggulangan ini juga perlu dilakukan oleh pelaku usaha, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan mendapatkan sertifikasi keberlanjutan baik terkait gas rumah kaca maupun sertifikasi karbon atau International Sustainability and Carbon Certification (ISCC). 

Tentunya sertifikasi semacam ini dilakukan oleh lembaga yang kredibel dan profesional. Salah satunya adalah PT Mutuagung Lestari (MUTU International) yang sudah berdiri sejak 1990.

Irham Budiman selaku Direktur PT Mutuagung Lestari menerangkan, MUTU International adalah perusahaan yang melayani jasa testing, inspection, dan certification. Dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca ini, pihaknya menyiapkan sejumlah sertifikasi.

“Untuk mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca MUTU menyediakan sertifikasi Validasi dan Verifikasi Gas Rumah Kaca sesuai kebutuhan konsumen seperti skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK), ISO 14064,  Plan Vivo, ICAO CORSIA, JCM dan ISCC,” katanya, Selasa (1/8/2023).

Menurut Irham, sertifikasi validasi dan verifikasi sesuai nilai Nilai Ekonomi Karbon sangat diperlukan untuk menyongsong perdagangan karbon melalui skema bursa karbon pada Bursa Efek Indonesia. 

“Perdagangan karbon memiliki potensi dan peluang yang sangat besar, kami mengajak untuk melakukan  verifikasi dan validasi GRK di MUTU,” imbuhnya. 

Dari sejumlah layanan sertifikasi tersebut, ada dua yang paling berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca, yaitu ISO 14064-2 dan International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).

Pada layanan pertama, MUTU International sebagai lembaga penilai kesesuaian skema GRK bekerja dalam lingkup:

- Validasi dan verifikasi proyek berdasarkan ISO 14064-2, yaitu serangkaian sistem pengelolaan GRK yang menyediakan program berkelanjutan dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan energi dalam usaha mereka.

- Mekanisme Kredit Bersama, yaitu Komite Bersama antara Pemerintah Jepang dan Indonesia yang memiliki visi mengurangi emisi karbon melalui penghematan energi.

- Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), yaitu upaya dunia internasional dalam mengurangi gas buang CO2 pada penerbangan internasional.

Sedangkan layanan kedua yaitu ISCC, yaitu sistem sertifikasi terkemuka untuk keberlanjutan dan emisi gas rumah kaca. Dalam hal ini MUTU International lembaga pertama di ASEAN yang diakui oleh sistem ISCC GmbH (Jerman) dengan nomor  ID215.

Mutu Certification International melakukan Sertifikasi ISCC  meliputi makanan, pakan, bahan kimia dan energi (biofuels, bioliquids, dan biofuel berbasis limbah). 

Sertifikasi ISCC dapat diterapkan untuk memenuhi persyaratan hukum di pangsa pasar bio energi serta untuk menunjukkan keberlanjutan dan keterlacakan bahan baku di industri makanan, pakan dan bahan kimia.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait