URnews

Climate Transparency 2022 Catat Subsidi Energi Fosil Negara G20 Meningkat

Elya Berliana Prastiti, Rabu, 9 November 2022 17.31 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Climate Transparency 2022 Catat Subsidi Energi Fosil Negara G20 Meningkat
Image: Ilustrasi - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik. (Pixabay)

Jakarta - Laporan terbaru Climate Transparency 2022 mencatat bahwa subsidi bahan bakar fosil negara-negara G20 telah mencapai rekor tertinggi pada tahun 2021 yaitu USD 64 miliar. Lonjakan subsidi tersebut akan menaikan temperatur global jauh di atas target 1,5 derajat celcius.  

Indonesia bersama Cina dan Inggris merupakan negara yang paling banyak mengeluarkan subsidi bahan bakar fosil.

Menurut peneliti senior Overseas Development Institute (ODI) dan penulis utama laporan Climate Transparency 2022, İpek Gençsü, sebagian besar pembiayaan energi negara G20 masih banyak dihabiskan untuk industri bahan bakar fosil yang mencapai 63 persen pada tahun 2019-2020.

Padahal di tahun lalu, negara G20 menegaskan kembali komitmen untuk menghentikan secara bertahap dan rasionalisasi subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien.

Sementara itu, berdasarkan Laporan Climate Transparency 2022, emisi gas rumah kaca terus meningkat hingga 5,9 persen di negara-negara G20 pada 2021, lebih tinggi dari level sebelum pandemi COVID-19.

Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan bahwa negara G20 diminta untuk mengurangi 85 persen emisi gas rumah kaca.

“Setiap negara diminta untuk memangkas emisi gas rumah kaca, khususnya untuk negara-negara G20 yang bertanggung jawab terhadap 85 persen emisi gas rumah kaca dunia harus mengambil peran lebih besar,” ujar Fabby Tumiwa, Rabu (9/11/22).

Bahkan, menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) secara global dunia harus mengurangi sekitar 45 persen emisi gas rumah kaca di level 2010 pada tahun 2030 mendatang.

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kenaikan rata-rata suhu bumi agar tidak melampaui batas 1,5 derajat sesuai Perjanjian Paris. Namun, hingga kini belum ada satu negara G20 termasuk Indonesia yang memenuhi target tersebut.

“Walaupun ada kenaikkan target penurunan emisi gas rumah kaca tetapi pada dasarnya masih belum selaras dengan target 1,5 derajat, bahkan di bawah 2 derajat juga masih belum,” jelasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait