Harapan LPSK tentang Kasus SPI, Cabut Izin Sekolah Jika Pelaku Diputus Bersalah
Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai pendamping para saksi dan korban kasus pelecehan dan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) menaruh harapan besar kepada pihak-pihak berwenang di tengah berjalannya proses hukum kasus tersebut. Wakil Ketua LPSK Periode 2019-2024, Antonius PS Wibowo menyebut setidaknya ada tiga harapan LPSK.
"Pertama, kami berharap proses hukum bisa berjalan obyektif dan tidak memihak, sesuai aturan yang berlaku. Artinya berlakulah dengan mencari kebenaran yang sebenar-benarnya dan keadilan yang adil bagi korban," kata Antonius kepada Urbanasia, Jumat (8/7/2022).
Kedua, LPSK juga berharap peradilan dapat mempertimbangkan untuk mengabulkan permohonan restitusi korban yang dihitung oleh LPSK. Adapun besaran restitusi itu sekitar Rp 60 juta.
"Ketiga kami berharap kalau nanti perkara ini diputus bersalah atau pelaku bersalah, pihak yang berwenang mengkaji kemungkinan dicabutnya izin usaha dari sekolah itu," tegasnya.
Mengingat beberapa kasus sebelumnya, seperti kasus pemerkosaan santriwati di Garut dan kasus pencabulan sejumlah santriwati di Jombang, izin sekolahnya dicabut.
"Dari perkara di Jombang, Kementerian Agama mencabut izin sekolah itu. Tentu dengan mempertimbangkan kepentingan anak didik yang ada di situ. Dari kasus di Garut yang Herry Wirawan, sekolahnya kan juga dicabut izinnya. Jadi sanksi sebaiknya tidak hanya diberikan kepada pelaku tetapi lembaganya juga perlu dipertanyakan, dikaji ulang izinnya," paparnya.
"Jangan sampai lembaga-lembaga yang mulia, sekolah-sekolah yang baik dan tujuannya mendidik anak bangsa, malah jadi tempat yang subur untuk kejahatan kepada anak didik kita," harap Antonius.