URnews

Heboh Bayar Kuliah Pakai Pinjol, Emang Boleh?

Ken Yunita, Rabu, 31 Januari 2024 12.09 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Heboh Bayar Kuliah Pakai Pinjol, Emang Boleh?
Image: Ilustrasi Freepik

Jakarta - Baru-baru ini ada kabar soal kampus Universitas Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sama dengan aplikasi pinjaman online alias pinjol untuk program pembayaran kuliah mahasiswanya. Heboh? Tentu saja.

Media sosial dipenuhi dengan komentar pro dan kontra. Tapi sebenarnya membayar kuliah atau pendidikan dengan utang atau pinjaman boleh nggak sih?

Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid mengatakan, sebenarnya skema utang untuk membayar pendidikan sudah ada sejak zaman dulu. Mungkin dulu, para orang tua utang melalui bank.

Ada juga kampus yang khusus bekerja sama dengan bank untuk pembiayaan kuliah. Namun hal itu tidak bikin heboh. Namun kini, berita kampus yang bekerja sama dengan aplikasi yang disebut masyarakat sebagai pinjol, langsung ramai.

Mungkin karena selama ini, pinjaman online mendapat stigma negatif karena banyaknya pinjol ilegal. Menurut Akbar, pinjaman sebaiknya untuk tujuan yang produktif dan saat ini sudah sangat banyak aplikasi peer-to-peer (P2P) yang legal dan diawasi OJK untuk memberikan pinjaman produktif tersebut.

Namun terlepas dari itu, menurut Akbar sebenarnya pendidikan adalah termasuk investasi sehingga masuk kategori yang ‘boleh dilakukan dengan cara berutang’. Namun Akbar mengigatkan, agar sebelum utang, harus diketahui kemampuan untuk membayar kembali.

“Kemampuan membayar cicilan utang ini yang menjadi kunci penting ketika kita berhutang apapun, termasuk dalam menggunakan pinjol,” kata Ketua Eksekutif Literasi & Edukasi AFSI ini.

Menurut Akbar, yang menjadi masalah di sini adalah debiturnya yang merupakan mahasiswa dan mahasiswi yang notabene kemungkinan besar belum bekerja. Kemungkinan besar mereka belum memiliki penghasilan untuk membayar cicilan.

Akbar mengatakan, jika mereka mampu entah itu dengan penghasilan sendiri atau dibantu orang tua, maka konsep ini bisa membantu. Namun jika tidak, itu akan menjadi masalah di kemudian hari.

Ketika masalah timbul, pihak mana yang dirugikan? Menurut Akbar, kerugian akan dialami oleh kedua belah pihak yaitu mahasiswa/mahasiswi dan juga pihak penyelenggara pinjolnya.

Pihak penyelenggara pinjol akan terpapar dengan resiko kredit macet yang mungkin bisa saja tinggi apabila banyak dari mahasiswa/mahasiswi yang kemudian tidak mampu membayar cicilan karena sebab apapun.

Sementara untuk mahasiswa/mahasiswi akan rugi lebih besar lagi karena kalau jaman dulu kredit alias utang untuk kuliah tidak terkoneksi atau terhubung ke credit scoring seseorang, di zaman sekarang justru sudah terhubung yang dikenal dengan nama Slik.

Hal ini bisa menjadi bermasalah karena semakin banyak perusahaan (multi nasional dan local) yang sudah mengikut sertakan Slik sebagai salah satu persyaratan dalam menerima karyawan baru di divisi Human Resource atau Human Capital mereka.

Tentu saja mahasiswa/mahasiswi yang terkena kredit macet akan kesulitan untuk diterima bekerja di perusahaan besar dan bergengsi karena hal ini. Belum lagi ditambah dengan kesulitan untuk mendapatkan kredit-kredit lainnya seperti kartu kredit, kredit kendaraan dan KPR di kemudian hari.

So, menurut Akbar, bijaksanalah dalam menggunakan pinjol untuk pembiayaan kuliah. Pastikan punya kemampuan untuk mencicil pinjaman tersebut.

Bila dirasa tidak punya kemampuan, jangan ambil pinjamannya. Biar bagaimanapun masih lebih nyaman hidup tanpa ditagih-tagih debt collector.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait