Pemkot Solok Berikan Rp 1 Juta untuk Warga yang Berhenti Merokok

Jakarta – Pemerintah Kota Solok, Sumatera Barat akan memberikan insentif sebesar Rp 1 juta kepada warganya sebagai bentuk motivasi agar berhenti merokok dan menerapkan perilaku hidup sehat.
“Saya melihat rata-rata pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok hampir Rp 400 ribu sebulan dan itu lebih banyak pada masyarakat kalangan tidak mampu. Bahkan semakin miskin, konsumsi rokoknya kian tinggi nomor dua sesudah pangan,” kata Wali Kota Solok Zul Elfian di Padang, Kamis (13/10/2022).
Menurutnya, banyak hal yang jauh lebih prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dibandingkan membeli rokok.
“Maka dengan berhenti merokok yang bersangkutan diberi Rp 1 juta dan bisa hemat Rp 400 ribu dari uang buat beli rokok yang bisa dipakai untuk membeli kebutuhan lain,” ucapnya.
Ia juga mengharapkan warga yang berhenti merokok akan lebih sehat, keluarga terhindar dari perokok pasif, dan meningkatkan gizi keluarga. Zul Elfian juga menyampaikan, insentif tersebut diberikan kepada 20 orang.
Mekanisme tersebut berjalan dengan adanya kader kesehatan yang membina dan mengajak warga untuk berhenti merokok. Nantinya mereka akan dicek di balai kesehatan setempat dan diberikan waktu selama tiga bulan untuk membuktikan apakah berhasil berhenti merokok.
“Hingga saat ini sudah ada 30 orang yang berhenti merokok dan mendapatkan insentif,” jelasnya.
Zul Elfian mengatakan masih terdapat penolakan terhadap program tersebut dan masyarakat mengatakan bahwa mereka membeli rokok dengan uang sendiri.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik Sumatera Barat mengatakan saat ini rokok masih menjadi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Sumatera Barat setelah beras berdasarkan survei sosial ekonomi yang dilakukan pada Maret 2022.
“Dari tahun ke tahun polanya masih sama, rokok tetap menjadi penyumbang kemiskinan dengan andil sebesar 14,69 persen di perkotaan dan 17,03 persen di pedesaan,”kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sumbar Krido Saptono.
Menurutnya, fenomena tersebut disebabkan karena masyarakat lebih memilih merokok dibanding makan.
“Ini memang karakter yang sulit untuk dihilangkan, dan masih melekat di kita terutama pada rumah tangga miskin,”ucapnya.
Ia juga mengatakan hal tersebut merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin untuk mengurangi konsumsi rokok.