URnews

Pakar Beberkan Dampak Pembangunan Penunjang Wisata di Gunung Bromo

Shelly Lisdya, Selasa, 23 November 2021 15.52 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar Beberkan Dampak Pembangunan Penunjang Wisata di Gunung Bromo
Image: Gunung Bromo. (Pinterest)

Malang - Pembangunan infrastruktur seperti jembatan kaca, glamour camping (glamping), homestay hingga restoran di tiga titik kawasan Jemplang, dari arah Probolinggo, dan arah Kabupaten Malang untuk penunjang wisata di kawasan Gunung Bromo sudah dimulai.

Namun, pembangunan penunjang wisata itu mendapat perhatian publik. Salah satunya adalah Pakar Pariwisata Universitas Brawijaya, Edriana Pangestuti yang menyebut, akan ada kecenderungan sosial apabila tidak melibatkan orang lokal dalam hal ini Suku Tengger dalam pembangunan.

"Terkait pembangunan Bromo sebagai “Bali Baru”, sebenarnya bukan hal yang susah untuk menjadikan Bromo sebagai Bali Baru. Seperti kita ketahui saat ini Bromo adalah tujuan wisata kedua bagi wisatawan asing setelah Bali. Bromo sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Infrastrukturnya sudah cukup baik dan tersedia," katanya kepada Urbanasia, Selasa (23/11/2021).

"Selain itu dalam pengembangan dan pembangunan fasilitas tentunya akan memunculkan pihak ketiga yang masuk ke desa dengan pendanaan yang banyak," lanjutnya.

"Dari sini akan timbul kecenderungan bahwa mereka akan mengatur kegiatan pembangunan desa wisata dan dapat menekan orang lokal atau menimbulkan kesan seolah-olah orang lokal hanya sebagai peran pembantu saja. Hal ini akan berdampak tidak baik bagi kegiatan pariwisata itu sendiri karena kegiatan pariwisata tidak didukung orang lokal," tambahnya.

Selain itu, pembangunan fasilitas wisata merupakan faktor utama dalam menarik wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi wisata, namun Edriana menyatakan, pihak pengelola harus memberikan peraturan yang memuat kebijakan terkait homestay.

"Akan tetapi seyogyanya, pembangunan juga dibarengi dengan adanya kepastian peraturan dan kewenangan yang bisa menjadi kerangka acuan pembangunan homestay sehingga dapat terorganisir atau bersinergi dengan baik dan tertib," paparnya.

Kendati jumlah wisatawan yang berkunjung memberikan dampak ekonomi pada masyarakat sekitar, ada pula dampak yang dihadapkan, yakni pergeseran kehidupan sosial masyarakat lokal.

"Saat ini dikhawatirkan juga terjadinya pergeseran kehidupan social masyarakat Suku Tengger oleh perilaku wisatawan. Jika kita lihat cara berpakaian orang Tengger saat ini sudah mulai berubah, dari yang berpakaian sederhana, saat ini sudah menggunakan pakaian layaknya orang-orang kota," jelasnya.

"Meski mereka masih menggunakan sarung sebagai salah satu ciri khas orang Tengger, namun dikhawatirkan pengaruh pakaian akan mengikis kebiasaan berbusana (fesyen) warga Tengger. Karena pada prinsipnya, pengaruh perilaku wisatawan akan cenderung diikuti oleh masyarakat desa," kata Edriana.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait