URnews

Polemik Pembangunan Jembatan Kaca Gunung Bromo, Ancaman Warga Suku Tengger

Shelly Lisdya, Sabtu, 20 November 2021 16.11 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Polemik Pembangunan Jembatan Kaca Gunung Bromo, Ancaman Warga Suku Tengger
Image: Ilustrasi jembatan kaca Bromo. Sumber: Instagram Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR

Surabaya - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo membangun jembatan gantung kaca Seruni Point di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

"Konsultasi publik merupakan bagian dari proses yang harus dilakukan dalam hal kebaikan kepada masyarakat untuk mencari pemahaman bersama tentang aktivitas di kawasan pariwisata, dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional," kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah, dikutip dari Antara, Sabtu (20/11/2021).

Pembangunan jembatan kaca yang diklaim satu-satunya di Indonesia tersebut merupakan implementasi dari program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). 

Selain itu, tujuan pembangunan jembatan kaca itu untuk menunjukkan keindahan alam dan menambah daya tarik wisatawan.

Melansir akun resmi Instagram Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, video yang baru saja diunggah itu menampilkan ilustrasi desain jembatan kaca.

Jembatan kaca di kawasan TNBTS itu memiliki panjang 120 meter, lebar lantai 1,8 meter dan tiga meter, serta kedalaman 80 meter yang merupakan desain karya anak negeri.

Dengan laminated glass, jembatan tersebut didesain khusus untuk pejalan kaki. Dengan demikian, pengunjung dapat menikmati pemandangan Gunung Bromo sekaligus memacu adrenalin.

Pembangunan jembatan kaca ini membutuhkan dana Rp 15 miliar dari anggaran tahun 2021 dan tahun 2022.
Sementara pengerjaannya dilakukan oleh Balai Geoteknik, Terowongan, dan Struktur (BGTS), dengan kurun waktu 11 bulan, yang dimulai tahun 2021 ini.

Tak hanya jembatan kaca, rencananya juga akan ada pembangunan fasilitas wisata seperti glamour camping (glamping), homestay hingga restoran di tiga titik yakni kawasan Jemplang, dari arah Probolinggo, dan arah Kabupaten Malang.

Sayangnya, pengembangan proyek wisata kawasan TNBTS menjadi salah satu 'Bali Baru' ini disoroti banyak publik. 

Seperti misalnya, Staf Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim, Lila Puspita menilai, pembangunan proyek wisata tersebut berpotensi merusak karena berada di lokasi rawan bencana.

Pasalnya di bawah tanah tersebut, dikatakan Lila ada gas beracun yang bisa saja tiba-tiba keluar atau meledak. Selain itu juga ada kemiringan tanah hingga 60 derajat.

Selain itu, dikatakan Lila, bahwa lokasi pembangunan itu dari pengakuan orang Tengger, merupakan tanah hila-hila atau tanah suci. Seperti kita ketahui, bahwa kehidupan warga Tengger selama ini dikenal sangat erat berdampingan dengan para leluhur.

Sementara itu, mantan Kepala Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, yang akrab disapa Pak Mul mengungkapkan jika pembangunan tersebut tidak baik atau dapat mengancam warga Tengger.

“Sebenarnya ya tidak baik, tetapi saya ini orang kecil, ya bisa apa?" terangnya dikutip dari Project Multatuli.

Pak Mul mengatakan, bahwa orang Tengger menunjukkan sikap memendam, dengan demikian sikap orang Tengger yang seperti itu harusnya dimaknai lebih mendalam oleh orang luar yang hendak masuk dan mengambil kawasan TNBTS.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait