URnews

Pakar Hukum: Vonis Penyiram Novel Baswedan Belum Cerminkan Keadilan

Nivita Saldyni, Jumat, 17 Juli 2020 12.56 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar Hukum: Vonis Penyiram Novel Baswedan Belum Cerminkan Keadilan
Image: Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. (ANTARA)

Jakarta - Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai vonis yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada dua terdakwa penyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan belum mencerminkan keadilan.

Menurut Suparji, hukuman 2 tahun dan 1,5 tahun penjara untuk Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis tidak sebanding dengan penderitaan yang diterima Novel atas peristiwa tiga tahun silam.

"Hakim cukup progresif, berani memutus melebihi tuntutan jaksa. Tapi dari sisi keadilan masyarakat belum terwujud karena seorang penegak hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan butanya satu mata seorang penyidik lembaga penegak hukum sanksinya relatif ringan, dibanding dengan tindak pidana dan akibat fisik yang diderita korban," kata Suparji dalam siaran pers yang diterima Urbanasia di Jakarta, Jumat (17/07/2020).

Menurutnya, vonis hukuman ini bisa menimbulakan sikap permisif untuk melakukan pelanggaran hukum sebab dinilai tidak menjerakan dan juga mengedukasi.

"Karena ternyata tindak pidana penganiayaan yang menimbulkan cacat permanen dituntut JPU ringan dan divonis hakim juga ringan," katanya.

Padahal vonis yang diberikan pada sidang Kamis (16/7/2020) lalu ini adalah penantian panjang dari kasus penyerangan Novel yang terjadi pada 2017 silam. Ia pun menegaskan bahwa vonis ini sangat berpengaruh pada penegakan korupsi di Indonesia. 

Menurutnya putusan ini membuat penyidik KPK lainnya menjadi merasa tidak mendapat perlindungan hukum yang kuat sehingga tidak berani progresif dalam memberantas korupsi karena takut diteror dan dianiaya.

Ia pun mengkritik pengakuan dan sikap ksatria terdakwa untuk meminta maaf kepada korban yang dianggap hakim meringankan dalam konteks kooperatif selama persidangan. Menurutnya sikap itu telah mengabaikan bahwa yang bersangkutan telah menjadi buron dan telah menguras banyak energi bangsa serta menjadi berbagai friksi di masyarakat. 

"Hal ini bukan sikap ksatria dan justru memberatkan," tegasnya.

Secara keselurahan, Suparji menilai vonis ini telah menjadi anti klimaks dari penantian penyelesaian kasus Novel yang sudah berlalu bertahun-tahun itu.

Bahkan proses ini tak berhasil mengungkap adanya dugaan keterlibatan aktor intelektual lain yang konon katanya disinyalir oleh tim investigasi, penyiraman air keras terjadi karena dipicu proses hukum yang dilakukan oleh Novel terhadap kasus-kasus high profile.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait