URnews

Pakar Unair Sebut Infodemic Lebih Bahaya Ketimbang Virus Corona

Nivita Saldyni, Jumat, 18 September 2020 09.47 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar Unair Sebut Infodemic Lebih Bahaya Ketimbang Virus Corona
Image: Ilustrasi. (Foto: WHO)

Surabaya – Dosen sekaligus Pakar Komunikasi dari Departemen Komunikasi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dra. Rachma Ida, M.Comms, PhD mengatakan masifnya penyebaran informasi di tengah pandemi menjadi tantangan baru. Bahkan, ia menilai info-demic lebih berbahaya dibandingkan penyebaran virus corona loh.

Hal ini ia sampaikannya dalam webinar bertajuk 'Media dan Info-Demic: Menata Berita dan Bencana Stigma Sosial' yang digelar beberapa waktu lalu secara virtual.

Sebenarnya apa sih info-demic itu? Info-demic adalah gabungan kata 'information' dan 'pandemic'. Menurut Prof. Ida, info-demic adalah banjir berita atau informasi yang sangat banyak, cepat dan luas. Bukan hanya berita yang akurat, namun yang tak akurat pun ikut tersebar luas.

Sehingga tak jarang masyarakat menjadi bingung dan mudah percaya dengan hoaks yang akhirnya menimbulkan kepanikan. Prof. Ida mencontohkan, salah satunya dari judul berita 'Seorang Relawan yang Telah Disuntik Vaksin COVID-19 Di Bandung Kabarnya Positif COVID-19'. 

"Judul itu tentu bisa membuat persepsi pada masyarakat bahwa vaksin dapat menularkan virus dan mereka akan takut dengan vaksin. Padahal, judulnya saja masih menggunakan diksi ‘kabarnya’ dan belum tentu yang menyebabkan positif adalah vaksin," katanya.

Selain itu, info-demic juga ternyata bisa menunjukkan terjadinya Communal Perseption atau keadaan di mana suatu informasi yang dilaporkan dan dikonsumi dapat memengaruhi tingkah laku dan psikologi masyarakat. 

Menurutnya disinformasi ini bisa menjadikan masyarakat ketakutan secara berlebih, hingga melakukan hal yang membahayakan diri sendiri.

"Sayangnya, karena tidak memiliki standar maupun kode etik fake news, penyebaran disinformasi di berbagai media ini lebih cepat dibandingkan penyebaran virus Corona," lanjutnya.

Sementara itu, wartawan CNN Indonesia Revolusi Riza Zulverdi yang turut hadir sebagai narasumber juga mengatakan ada perubahan pola kerja wartawan selama pandemi. Salah satunya dalam mencari data yang kini tak bisa dilakukan dengan tatap muka.

"Kami juga mengalami kebingungan dalam menerapkan protokol kesehatan saat awal pandemi. Mau pakai masker kain takut tidak manjur karena sering terjun ke lapangan bertemu banyak orang, tapi mau pake masker medis ya harganya sangat mahal dan sudah mulai langka saat itu," pungkasnya.

Senada dengan Riza, salah satu narasumber dalam acara ini Ariyanti Kurnia Rakhmana mengatakan bahwa jurnalis sendiri sebenarnya mengalami kebingungan dalam menyampaikan berita.

"Media tidak punya literatur apapun dalam menghadapi pandemi sehingga kami terus mencari formula baru bagaimana harusnya menyampaikan berita yang baik tanpa menimbulkan kepanikan masyarakat," kata Ariyanti.

Untuk itu, ia menyarankan kepada kita semua untuk tidak gampang menyebarkan informasi tanpa mengecek kebenaranya terlebih dahulu. Sehingga dengan begitu, kita ikut berperan mencegah penyebaran hoaks yang semakin masif.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait