URnews

Perdana, Thresher Shark Project Indonesia Pasang Internal Acoustic Tag pada Hiu Tikus

Nivita Saldyni, Rabu, 14 Oktober 2020 20.05 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Perdana, Thresher Shark Project Indonesia Pasang Internal Acoustic Tag pada Hiu Tikus
Image: Tim Thresher Shark Project Indonesia melakukan pemasangan internal acoustic tag pada Hiu Tikus di kawasan Alor, Nusa Tenggara Timur. (Dok. Thresher Shark Project Indonesia)

Alor - Thresher Shark Project Indonesia baru-baru ini telah memasangkan tag satelit MiniPAT dan akustik internal (Internal Acoustic Tag) pada Hiu Tikus di kawasan Alor, Nusa Tenggara Timur. Menariknya, pemasangan internal acoustic tag pada Hiu Tikus ini jadi yang pertama di Indonesia dan dunia, loh.

Rafid Shidqi, Co Founder and Project Leader dari Thresher Shark Project Indonesia mengatakan pemasangan ini dilakukan pada 25 September - 10 Oktober 2020 lalu, guys. Selain pemasangan internal acoustic tag, mereka juga telah memasang jaringan penerima di kawasan tersebut.

"Dengan dukungan Ocean Blue Tree, melalui ekspedisi kapal Liveaboard Samambaia, Thrive Conservation, dan Underwater Tribe, Thresher Shark Project Indonesia memasangkan tag satelit MiniPAT dan akustik internal pada Hiu Tikus, serta jaringan penerima (receiver) di sekitar kawasan Alor, Nusa Tenggara Timur," kata Rafid lewat rilis resmi kepada Urbanasia, Rabu (14/10/2020).

Penggunaan metode akustik internal pada penelitian kali ini berhasil membuat Thresher Shark Project Indonesia menjadi yang pertama melakukannya di dunia untuk spesies Hiu Tikus (Alopias pelagicus) dan yang pertama di Indonesia untuk penanda satelit MiniPAT.

"Pemasangan ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan Thresher Shark Project Indonesia. Tujuannya untuk mempelajari pola imigrasi, habitat, serta kebiasaan Hiu Tikus yang kini terancam punah dan untuk mendorong upaya konservasi di perairan Alor dan di Indonesia," jelasnya.

Nah, untuk Urbanreaders ketahui bahwa tag satelit MiniPAT yang dipasang pada tubuh Hiu Tikus ini telah diprogram agar bisa bertahan di tubuh hiu selama enam bulan loh. Setelah itu, tag itu akan terlepas dengan sendirinya ke permukaan.

"Tag yang sudah lepas, kemudian akan memberikan sinyal ke satelit ARGOS dengan rangkuman data kedalaman dan lokasi perpindahan hiu," pungkasnya.

Rafid menjelaskan, upaya perlindungan Hiu Tikus atau yang memiliki nama ilmiah Alopias pelagicus telah dilakukan sejak 2009 lewat Resolusi 10/12 IOTC Tahun 2009 tentang perlindungan Hiu Tikus.

Kemudian pada 2016, Hiu Tikus disepakati masuk ke dalam daftar Appendix II the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada Conference of the Parties CITES ke-17 di Afrika Selatan. Nah, di sana Hiu Tikus termasuk satu dari sejumlah satwa yang mungkin terancam punah jika perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Sayangnya hanya dalam waktu tiga tahun atau tepatnya pada 2019, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species memasukkan Hiu Tikus ke dalam status konservasi terancam punah (endangered).

Nah kalau di Indonesia, Hiu Tikus sudah diatur ke dalam Pasal 73 Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No. 30 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26 tahun 2013 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI jika u Tikus dilepas dan dilaporkan jika mati.

"Demikian juga pada Bab X Pasal 39 Permen KP No. 12 tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap di laut lepas. Namun, sangat disayangkan Hiu Tikus masih kerap menjadi tangkapan sampingan oleh perikanan tuna di Indonesia," pungkasnya.

Mirisnya, upaya penelitian dan perlindungan terkait Hiu Tikus di dunia dan Indonesia masih sangat minim guys.

"Untuk itu, Thresher Shark Project Indonesia berupaya memberikan dukungan melalui penelitian Hiu Tikus dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Harapannya kegiatan penelitian dari Thresher Shark Project Indonesia dapat mendorong upaya konservasi Hiu Tikus berbasis masyarakat di Indonesia, khususnya dalam Suaka Alam Perairan Selat Pantar, Alor, Nusa Tenggara Timur," tutup Rafid.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait