URnews

Polisi Bakal Periksa Kejiwaan Pendeta Cabuli Jemaat di Surabaya

Nivita Saldyni Adiibah, Jumat, 13 Maret 2020 09.11 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Polisi Bakal Periksa Kejiwaan Pendeta Cabuli Jemaat di Surabaya
Image: Nivita Saldyni/Urbanasia

Surabaya - HL, pendeta yang menjadi tersangka kasus pencabulan jemaatnya, bakal menjalani tes kejiwaan.

Polisi mengaku, tes kejiwaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi mental sang pendeta tersebut.

"Kalau secara fisik, tersangka sehat. Tapi kalau dari segi kejiwaannya, kami masih periksa," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan di Mapolda Jatim, Kamis (12/3/2020) seperti dikutip dari Antara.

Trunoyudo mengatakan, tes kejiwaan ini akan dilakukan oleh seorang psikiater. Menurutnya hal ini adalah salah satu prasyarat penyidikan profesional, di mana tersangka harus dalam kondisi sehat.

Nantinya, hasil tes kejiwaan ini dijadikan polisi untuk mengetahui motif apa yang melatarbelakangi pendeta melakukan aksinya kepada salah satu jemaatnya yang saat itu masih di bawah umur.

Trunoyudo menegaskan, apapun hasil tes kejiwaan HL bakal disampaikan dan nantinya akan diputuskan oleh tim ahli.

Sebelumnya, HL (57) dinyatakan sebagai tersangka pada Jumat (6/3/2020) dan telah ditangkap sejak Sabtu (7/3/2020) lalu di kawasan Perumahan Pondok Tjandra, Waru, Sidoarjo.

HL ditangkap lantaran diduga melakukan kejahatan pencabulan kepada salah satu jemaatnya sejak 2005 hingga 2011.

Sementara soal korban lainnya, polisi mengaku belum ada tambahan. Namun tak menutup kemungkinan jika ada korban lain yang melapor kepada polisi.

"Untuk korban lain sejauh ini belum ada. Kami tunggu jika ada korban lain yang melapor," tutupnya.

Kini, HL ditahan dan dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ancaman hukuman yang didapatkannya adalah pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp5 miliar.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait