URnews

Profesor IPB Tolak Permendikbudristek PPKS, Sebut Legalisasi Zina

Shelly Lisdya, Rabu, 17 November 2021 08.54 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Profesor IPB Tolak Permendikbudristek PPKS, Sebut Legalisasi Zina
Image: Ilustrasi kekerasan seksual (Freepik)

Jakarta - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi menuai pro kontra. 

Dalam upaya menggali dan mengkritisi hal tersebut, Guru Besar IPB University bidang Ketahanan Keluarga Prof. Euis Sunarti pun angkat bicara. 

Prof Euis menyatakan bahwa setelah membaca dan menganalisis isinya, Permendikbudristek ini dikatakannya perlu ditolak atau diubah secara mendasar karena ada multitafsir dalam definisi, menghilangkan identitas gender dan persetujuan seksual

Euis memaparkan, pihak perumus peraturan harus memperhatikan aspirasi pihak-pihak yang menolak peraturan tersebut. Mereka pasti telah melakukan kajian yang mendalam sehingga sampai pada sikap penolakan yang mengindikasikan adanya masalah yang serius. 

“Secara pribadi, sejak awal dikeluarkannya Permendikbudristek ini, sangat jelas ada masalah di sana. Mulai dari definisi kekerasan seksual yang diambil dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang lama, meski telah sedikit diubah. Semangatnya sama soal ijab kabul. Fokusnya masih belum ada kesepakatan. Soalnya ijab kabul yang dibolehkan itu pada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama,” ujarnya dikutip Urbanasia, Rabu (17/11/2021).

Dosen departemen Keluarga dan Ilmu Konsumen itu menambahkan, pasal 5 ayat 2 dari A sampai U memberikan keleluasaan, sehingga mudah untuk membalik maknanya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan norma bila didasarkan pada 'ketidaksetujuan' karena berdampak pada legalisasi zina dan hubungan sesama jenis. 

“Sebenarnya ini gerakan global yang sudah masuk ke mana-mana, termasuk menggeser tujuan pendidikan untuk membentuk generasi yang beriman dan bertaqwa. Jika ini berlalu, maka cara hidup kita akan sangat melemah,” lanjutnya.

Dosen Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University ini mengungkapkan, pencegahan kekerasan seksual dapat ditempuh melalui penguatan moral individu yang didukung oleh peran keluarga dan lingkungan, baik formal maupun informal.

”Pertama, nuansa Permendikbudristek ini sebenarnya perlu diluruskan agar tidak ada persetujuan seksual. Kedua, definisi kekerasan seksual perlu dirapikan agar agar tidak terjadi multitafsir. Dan ketiga, agar tidak ada perlindungan terhadap identitas gender yang dimaknai untuk diubah. Semua itu harus sesuai dengan sila pertama Pancasila dan agama, khususnya larangan zina," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait