URnews

Satgas IDI Jatim Sarankan Tak Gunakan Istilah Hepatitis Akut Misterius

Shelly Lisdya, Rabu, 11 Mei 2022 17.44 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Satgas IDI Jatim Sarankan Tak Gunakan Istilah Hepatitis Akut Misterius
Image: Ilustrasi - Hepatitis akut pada anak (Foto: LiveScience)

Malang - Anggota Satgas Kewaspadaan dan Penanggulangan Hepatitis Akut Yang Belum Diketahui Penyebabnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, Satrio menegaskan, untuk tidak menggunakan istilah hepatitis akut misterius guna meredam respons masyarakat yang saat ini masih terus bergulat dengan COVID-19. 

Satrio menyebut, hal itu atas rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Dengan demikian, kata Satrio, diharapkan tidak lagi menggunakan istilah yang dapat meningkatkan keresahan masyarakat dan digunakanlah Sindrom Jaundice Akut.

“Syndrom Jaundice Accute atau penyakit kuning akut, penyakit yang kerap diderita anak-anak ini bisa diakibatkan oleh infeksi, tanda keganasan, autoimun, trauma, penyakit metabolik, dan terbanyak adalah hepatitis virus yang juga banyak jenisnya," terangnya dalam keterangan tertulis, dikutip Urbanasia, Rabu (11/5/022).

"Dan yang terbaru ini adalah yang belum diketahui penyebabnya. Jadi sebenarnya hepatitis akut masuk Sindrom Jaundice Akut atau penyakit kuning akut pada anak. Hepatitis akut ini merupakan sebagian kecil dari Sindrom Jaundice Akut,” lanjutnya.

Satrio menjelaskan bahwa penyakit ini menyerang usia anak karena sistem antibodi masih belum sempurna. Dugaan lainnya adalah anak-anak masih memiliki reseptor virus yang lebih peka ketimbang orang dewasa.

Dokter spesialis anak ini juga mengklarifikasi pemberitaan yang beredar sebelumnya bahwa ada 116 anak di Jawa Timur dengan Hepatitis misterius, namun nyatanya itu adalah jumlah pasien anak yang terkena penyakit kuning dan tidak semua terdeteksi hepatitis, dan hingga saat ini belum ada kasus terkonfirmasi.

Lebih lanjut, Satrio menegaskan bahwa penyakit hepatitis akut ini juga perlu diwaspadai meski angka penularan kecil jika dibandingkan COVID-19

“Secara umum gejala awalnya demam, kuning, mual muntah, sakit perut, diare, dan nafsu makan menurun, perubahan warna urin dan tinja. Yang paling perlu diwaspadai adalah panas dan kuning. Jika ada gejala tersebut, jangan panik dan segera bahwa anak ke pelayanan kesehatan terdekat. Jika tersedia obat-obatan penurun panas, antimual dipersilakan, namun basic-nya agar membawa anak ke layanan kesehatan,” pesannya.

Satrio mengatakan bahwa keterlambatan deteksi menjadi penyebab penyakit ini dapat mencapai fase yang kritis. Selain itu yang memperburuk keadaan pasien adalah adanya penyakit penyerta.

“Dari 169 kasus pertama yang dilaporkan ternyata yang akut ini memiliki penyakit yang memiliki komorbid, seperti anak dengan keadaan imunosupresi, kanker, dan keganasan. Jadi yang berat-berat ini memang sebelumnya memiliki penyakit lain yang mendasari. Maka ketika imunnya turun, kemampuan merespons dan bertahan terhadap penyakit ini menjadi turun itulah yang menyebabkan kasus kematian yang dilaporkan. Ada 10 di antara 169 anak,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait