URnews

Selama PJJ Online, KPAI Sebut Banyak Siswa Stres hingga Putus Sekolah

Nunung Nasikhah, Kamis, 23 Juli 2020 16.26 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Selama PJJ Online, KPAI Sebut Banyak Siswa Stres hingga Putus Sekolah
Image: Ilustrasi siswa sekolah. (indonesia.go.id)

Jakarta – Selama masa pandemi COVID-19 ini, banyak siswa mengalami tekanan secara psikologi hingga putus sekolah karena mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara online.

Hal tersebut diungkapkan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti.

"Banyak anak tidak bisa mengakses PJJ secara daring sehingga banyak dari mereka yang tidak naik kelas sampai putus sekolah," ungkapnya melalui siaran pers, seperti dikutip dari Antara (23/7/2020).

Retno mengatakan, pihaknya telah menerima sejumlah pengaduan yang menunjukkan bahwa guru dan sekolah tetap mengejar ketercapaian kurikulum meski siswa dan orang tua kesulitan.

Hal tersebut tentu bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 yang mengatakan bahwa selama PJJ guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum karena keterbatasan waktu, sarana, media pembelajaran, dan lingkungan yang dapat menjadi kendala selama proses pembelajaran.

Hanya saja, menurut Retno, masih banyak guru yang tetap mengejar ketuntasan kurikulum dengan cara memberikan tugas terus menerus pada siswa mereka selama PJJ.

Akibatnya, banyak siswa merasa terbebani hingga mengalami tekanan secara psikologi, tidak naik kelas, bahkan sampai putus sekolah.

"Padahal, siswa kelelahan dan tertekan merupakan bentuk kekerasan juga," ujar Retno.

Retno juga menyinggung kasus anak yang sampai dirawat di rumah sakit karena beratnya penugasan selama PJJ.

Seorang siswa SMAN di salah satu sekolah di DKI Jakarta tersebut, kata Retno, mengalami kelelahan dan stres saat mengerjakan tugas-tugas sekolah, terutama pada tugas mata pelajaran kimia.

Siswa telah berusaha menyelesaikan tugas-tugas berat dengan waktu pengerjaan yang pendek. Namun akibat kelelahan, siswa tersebut jatuh sakit hingga harus dilarikan ke IGD.

Selain itu, ada juga siswa SMA Negeri di Nganjuk yang dilaporkan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti ujian Penilaian Akhir Tahun (PAT) secara daring.

Siswa tersebut tidak bisa ikut ujian karena komputer jinjing miliknya rusak. Alhasil, nilai akhir siswa tersebut tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

"Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal dan hambatan teknis lainnya. Mestinya sekolah bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya," kata Retno.

Selain itu, KPAI juga menerima laporan salah satu SMKN di Jawa Timur tidak menaikkan siswa karena siswa tersebut tidak menyerahkan tugas-tugas selama PJJ daring.

Orang tua siswa mengatakan bahwa anaknya sudah menyerahkan tugas meskipun diserahkan mepet dengan tenggat waktu.

Di samping itu, orang tua tersebut juga mengatakan selama pandemi, guru hanya memberi penugasan, tidak ada interaksi antara guru dengan siswa.

“Yang paling parah adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang nyaris tidak terlayani oleh pendidikan," tegasnya.

Menurutnya, kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai kendala yang dihadapi siswa tersebut perlu diperhatikan oleh sekolah.

Terlebih PJJ secara online masih akan dilaksanakan selama semester ini. Dengan begitu, kasus siswa tidak naik kelas karena kesulitan PJJ online dapat diminimalkan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait