URnews

Sentil Media Suka ‘Clickbait’, Dewan Pers: Jangan Lupa Kode Etik

Nivita Saldyni, Jumat, 19 Agustus 2022 10.05 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sentil Media Suka ‘Clickbait’, Dewan Pers: Jangan Lupa Kode Etik
Image: Ilustrasi - Pemberitaan media daring arus utama. (Pixabay)

Jakarta - Dewan Pers menyoroti sejumlah pemberitaan dari media arus utama yang membuat miris. Pasalnya, pemberitaan itu diiringi dengan kata ‘Cek Fakta’ pada judul yang diduga demi mendulang banyak pengunjung atau clickbait.

Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya lantas menyampaikan contoh sejumlah pemberitaan yang diduga menggunakan judul clickbait tersebut. 

Di antaranya, 'CEK FAKTA: Ferdy Sambo Disebut Mahfud MD Bikin Skenario Sensitif, Dulu Pernah Jadi Penulis Novel Dewasa?', 'Cek Fakta: Beredar Video Syur Ferdy Sambo dengan Nikita Mirzani, Real atau Hoaks?', 'Cek Fakta: Irjen Ferdy Sambo Babak Belur Usai Satu Sel dengan Napoleon Bonaparte karena Berkelahi’.

“Berita ini disalin-saji (copas) dari media sosial atau sumber yang tidak jelas,” ujar M. Agung Dharmajaya, Wakil Ketua Dewan Pers dalam keterangan resmi yang diterima Urbanasia pada Jumat (19/8/2022).

Menurut Agung, meski menyertakan 'Cek Fakta' pada judul, berita-berita tersebut jelas berita bohong. Ia lantas mengingatkan seluruh lembaga pers di Indonesia untuk tidak membuat berita bohong, sejalan dengan Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik.

“Memang ada lembaga pers yang menyadari kekeliruannya kemudian mencabut berita yang disiarkan. Misalnya yang berjudul 'Irjen Fadil Imran Ditahan Gegara Bantu Ferdy Sambo, 5 Perwira Polda Bernasib Sama',” sambungnya.

Agung menjelaskan, langkah penghapusan itu sesuai dengan Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi ‘Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan pemirsa'.

Namun demikian, Agung mengingatkan lembaga pers yang mencabut beritanya tetap wajib menyertakan alasan pencabutan. Apabila berita yang ditayangkan terbukti bohong, ia meminta lembaga pers mau mengakui kesalahannya serta meminta maaf kepada pembaca dan narasumber yang dirugikan.

Terkait pemberitaan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J sendiri, Agung memahami bahwa insan pers merasa ‘terpanggil’ untuk menjalankan perannya dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. 

Namun demikian, Dewan Pers tetap mengingatkan agar dalam menjalankan tugas jurnalistik, media tidak boleh melupakan tugas etiknya sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Pedoman dan Peraturan Dewan Pers lainnya yang telah dibuat oleh komunitas pers sendiri.

“Penayangan berita-berita bohong bisa mengurangi kredibilitas lembaga pers yang bersangkutan sekaligus juga menciderai kemerdekaan pers yang diperjuangkan oleh komunitas pers dengan susah payah di era reformasi,” sambung Agung.

Agung pun menegaskan pihaknya bakal mempertimbangkan keputusan bagi lembaga pers yang berulang kali melakukan kesalahan semacam ini. Salah satunya untuk tidak melindungi mereka dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Untuk itu ia mengajak seluruh insan pers bersama-sama menjaga kemerdekaan pers dengan penuh tanggung jawab, yaitu membuat berita sesuai dengan aturan dan pedoman yang ada.

“Dewan Pers juga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menghormati kerja pers karena dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap pers yang akhir-akhir ini kerap terjadi, agar tidak terulang,” pungkas Agung. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait