URtech

Soal Kasus Gugatan ke MK, RCTI Mengaku Tak Halangi Kreativitas Netizen

Afid Ahman, Jumat, 28 Agustus 2020 09.49 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Soal Kasus Gugatan ke MK, RCTI Mengaku Tak Halangi Kreativitas Netizen
Image: istimewa

Jakarta - RCTI terus dicecar oleh para netizen lantaran gugatan terkait uji materi Undang-Undang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga Jumat pagi (28/8/2020) stasiun televisi milik MNC ini masih bercokol di daftar trending topic Twitter.

Menjawab kritikan dan kekecewaan netizen, RCTI akhirnya buka suara. Melalui Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik dijelaskan bawah uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi ditujukan guna mengusung kesetaraan dan tanggung jawab moral konstitusional.

"Itu tidak benar. Permohonan uji materi RCTI dan iNews tersebut justru dilatarbelakangi keinginan untuk melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa dengan sahabat-sahabat YouTuber dan Selebgram dari berbagai belahan dunia dan mendorong mereka untuk tumbuh, meningkatkan kesejahteraan mereka dan berkembang dalam tataran kekinian," tutur Taufik dalam keterangan resminya.

Lanjut dikatakannya,  RCTI tidak terbersit, tersirat, ataupun tersurat sedikitpun dalam permohonan untuk memberangus kreativitas para YouTuber, selebgram dan lainnya.

"Kami mendorong agar UU Penyiaran yang sudah jadul itu untuk bersinergi dengan UU yang lain, seperti UU Telekomunikasi yang sudah mengatur soal infrastruktur, UU ITE yang sudah mengatur soal Internet, dan UU Penyiaran sebagai UU yang mengatur konten dan perlindungan kepada insan kreatif bangsa memang tertinggal perkembangannya. Hal ini yang ingin kami dorong," ujar Taufik.

Sebelumnya diberitakan RCTI dan iNews TV dalam gugatannya menilai Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Apabila gugatan RCTI terkait uji materi Undang-Undang Penyiaran dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Maka masyarakat tidak lagi bebas melakukan live di YouTube, Instagram, TikTok dan platform medsos.

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," terang Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi yang dilakukan secara virtual.

Apabila nantinya kegiatan live di medsos dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Bagi mereka yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu akan dianggap pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum. Sebab penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. 

Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Menurut Ramli kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran. Hanya saja usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.

“Solusi yang diperlukan adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet,” kata Ramli.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait