URamadan

Soal Kemungkinan Lebaran Bareng Meski Awal Puasa Beda, Begini Penjelasannya

Nivita Saldyni, Rabu, 27 April 2022 14.56 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Soal Kemungkinan Lebaran Bareng Meski Awal Puasa Beda, Begini Penjelasannya
Image: Ilustrasi dekorasi lebaran. (Pinterest/AngelDesign)

Jakarta - Awal puasa Ramadan tahun ini ada perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU dan pemerintah. Namun ada kemungkinan Hari Raya Idul Fitri 1443 H atau Lebaran 2022 dirayakan secara berbarengan, yaitu 2 Mei 2022.

Hal ini mengingat Muhammadiyah yang sudah memutuskan Hari Raya Idul Fitri 1443 H jatuh pada 2 Mei 2022. Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) sudah mengatakan bahwa secara hisab, hilal sudah di posisi tiga derajat pada tanggal 1 Mei yang artinya masuk dalam kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Terkait hal tersebut, peneliti astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin mengatakan perbedaan ini berakar dari adanya perbedaan kriteria yang digunakan.

"Awal Ramadan berbeda karena beda kriteria. Pada 1 April tinggi bulan hanya sekitar 2 derajat dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari) sekitar 3 derajat. Muhammadiyah yang menggunakan kriteria wujudul hilal menganggapnya sudah masuk Ramadhan karena bulan sudah di atas ufuk, jadi 1 Ramadan 2 April. Tetapi NU dan Pemerintah menganggapnya blm memenuhi kriteria, jadi 1 Ramadhan 3 April," kata Thomas saat dikonfirmasi Urbanasia, Rabu (27/4/22).

Sementara itu kondisi 29 Ramadan 1443 H atau 1 Mei 2022, imbuh Thomas, posisi bulan di wilayah Indonesia berada di batas kriteria baru MABIMS.

"Posisi bulan tingginya di kawasan barat Indonesia sudah sekitar 3 derajat dan elongasi sekitar 6,4 derajat. Itu sudah memenuhi kriteria yang digunakan Muhammadiyah, NU, maupun pemerintah. Jadi ada potensi seragam Idul Fitri 2 Mei," jelas anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag itu.

Namun Thomas tak menutup kemungkinan Lebaran tahun ini juga bisa jatuh di hari yang berbeda.

"Karena Indonesia berada pada batas kriteria imkan rukyat, secara astronomi diprakirakan hilal sangat sulit dirukyat. Apalagi pada masa pancaroba saat ini, potensi mendung dan hujan mungkin terjadi di lokasi rukyat. Jadi ada potensi laporan rukyat menyatakan hilal tidak terlihat," beber Thomas.

Bila hal itu terjadi, maka ada kemungkinan pengamal rukyat akan mengusulkan di sidang isbat untuk melakukan istikmal atau menggenapkan Ramadan menjadi 30 hari. Nah jika sidang isbat menerimanya, menurut Thomas ada kemungkinan juga Hari Raya Idul Fitri 1443 H akan jatuh pada 3 Mei 2022.

"Dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat, kami berharap Idul Fitri 1443 H ditetapkan seragam pada pada 2 Mei 2022," harapnya.

"Sebelumnya Muhammadiyah sudah membuat maklumat bahwa berdasarkan hisab dengan kriteria wujudul hilal, Idul Fitri pada 2 Mei 2022. Persis (Persatuan Islam) juga berdasarkan hisab, pada surat edarannya mengumumkan Idul Fitri 2 Mei 2022. Kami berharap sidang isbat dan ikhbar PBNU juga akan menetapkan Idul Fitri pada 2 Mei 2022," tutupnya.

Kata MUI soal Kemungkinan Lebaran Bareng

Dihubungi secara terpisah, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis juga berharap hal yang sama. Ia berharap agar umat muslim di Indonesia bisa merayakan Lebaran bersama-sama.

"Walhamdulillah, mudah-mudahan terus bareng. Kalau melihat dari bulan yang di atas tiga derajat, Insya Allah Muhammadiyah puasa 30 hari, orang pemerintah dan NU 29 hari," kata Cholil kepada Urbanasia.

"Ya nggak apa-apa karena sama-sama satu bulan. Kan dihitung dari melihat bulannya dan dilihat dari imkanur rukyah-nya. Jadi kalau orang Muhammadiyah namanya wujudul hilal, adanya bulan. Orang pemerintah imkanur rukyah, kemungkinan untuk bisa dilihat. Walhamdulillah mudah-mudahan kompak dan tentu lebih hikmah untuk berlebaran bersama," jelasnya lebih lanjut.

Ia pun berpesan agar seluruh umat Islam di Indonesia menyikapi hal ini dengan bijak. Ia juga meminta seluruh umat Islam untuk berlapang dada dengan apapun hasil akhirnya nanti.

"Ya perbedaan sifatnya furu'iyah, berkenaan dengan fiqih, ya nggak apa-apa. Kita harus sikapi dengan bijak dan lapang dada," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait