URnews

Sosiolog Sebut Akan Ada Orang Miskin Baru Imbas Kenaikan BBM

Shelly Lisdya, Kamis, 15 September 2022 19.25 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sosiolog Sebut Akan Ada Orang Miskin Baru Imbas Kenaikan BBM
Image: Ilustrasi - Pengisian BBM di SPBU Pertamina. (Pertamina)

Surabaya - Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi resmi mengalami kenaikan pada Sabtu (3/9/22). Hal tersebut langsung diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta. 

Kenaikan komoditas tersebut memicu gelombang protes yang masif dari berbagai kalangan masyarakat. Demo dan seruan aksi tidak berhenti digelar di berbagai tempat.

Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi menyebut, fenomena tersebut lumrah terjadi. Ia melihat, pemerintah sudah memahami hal tersebut dengan baik, termasuk dampak sosial dari keputusan yang tidak populer tersebut.

“Efek domino kenaikan harga BBM ini kan memicu juga rentetan kenaikan barang kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Jadi wajar kalau muncul kekhawatiran dan ketidakpuasan kalau kenaikan harga BBM menimbulkan tekanan sosial baru,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Hal tersebut terlihat dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang langsung digencarkan. Menurutnya, hal itu merupakan upaya pemerintah agar tekanan sosial yang terjadi tidak terlalu besar. Ia menekankan bahwa yang menjadi tantangan ialah bagaimana menjamin kepercayaan masyarakat mengenai distribusi BLT yang merata. Tentunya, informasi yang terbuka harus dilakukan.

“Yang dikhawatirkan, program bansos tidak banyak berdampak, karena logika pemerintah kayaknya membayangkan kalau masyarakat itu kondisi ekonominya nol, lalu diberi Rp 600 ribu, dan katakanlah plus Rp 600 ribu. Tapi masalahnya, bagaimana kalau masyarakat minus?” tambahnya.

Selain masalah distribusi, Bagong juga bicara perihal kemanfaatan. Menurutnya, distribusi yang tepat sasaran belum tentu tepat manfaat. Apalagi, dampak sosial dari putusan tersebut akan meningkatkan golongan orang miskin baru. Tentunya banyak masyarakat yang harus beradaptasi dengan kondisi tersebut.

“Untuk kelompok yang kita sebut sebagai kelompok near poor, dekat dengan kemiskinan, gejolak harga membuat mereka bukan tidak mungkin akan menjadi orang miskin baru,” ucapnya.

Di sisi lain, pada dasarnya, stimulus pemberian subsidi tidak selamanya baik apabila dilakukan secara berlebihan. Hal tersebut akan berdampak pada masyarakat yang selalu ketergantungan. Baginya, ketika subsidi dikurangi atau dicabut, maka masyarakat akan merasakan kehilangan atas apa yang dinikmatinya selama ini.

“Pemerintah sebaiknya tidak banyak pada bantuan yang sifatnya karitatif ya. tapi pada bantuan yang lebih memberdayakan dan kebijakannya jangan seperti pemadam kebakaran yang menunggu apinya menyala, baru dimatikan,” ungkap Bagong.

Prof Bagong berpesan, hendaknya masyarakat melakukan diversifikasi usaha dan tidak berpatokan pada pekerjaan pokok. Menurutnya, pekerjaan pokok gampang sekali terombang-ambing dengan regulasi yang ada.

“Bagaimana masyarakat diajari, didorong untuk memperkuat penyanggah ekonomi keluarga. Bukan membesarkan ekonomi pokok karena kalau kolaps maka kolaps ekonomi keluarga itu. Tapi kalau pemasukannya banyak, mereka akan lebih banyak menghadapi tekanan,” pungkasnya. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait