URnews

Sosiolog UGM Tanggapi Keterlibatan Preman dalam Penegakan Protokol Kesehatan di Pasar

Nivita Saldyni, Sabtu, 12 September 2020 11.00 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sosiolog UGM Tanggapi Keterlibatan Preman dalam Penegakan Protokol Kesehatan di Pasar
Image: Ilustrasi kegiatan pasar. (Pixabay)

Yogyakarta - Pasar sering kali menjadi perhatian sejumlah pemerintah daerah dalam penanganan COVID-19. Apalagi pasar adalah salah satu tempat yang berpotensi mengundang kerumunan dan pertemuan banyak orang.

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog UGM, Drs. Suprapto, SU menilai pelibatan preman untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung dan pedagang di pasar sah-sah saja. Namun dengan catatan, pendekatan dilakukan secara humanis guys.

"Jika harus melibatkan preman, maka pelibatannya sebatas menertibkan bukan memberi sanksi," kata Suprapto seperti dikutip dari rilis resmi Humas UGM, Sabtu (12/9/2020).

Apalagi menurutnya, preman juga merupakan warga negara yang punya hak dan kewajiban untuk ikut menjaga ketertiban dan keamanan, termasuk kesehatan di masyarakat.

Suprapto menjelaskan bahwa dalam sosiologi ada yang namanya konsep struktur sosial 'Key Person' dan teori sapu lidi, yaitu struktur sosial resmi di pasar yang dipimpin oleh Kepala Pasar dan dilengkapi dengan staf-staf sesuai struktur organisasi yang ada.

Nah, preman adalah bagian dari organisasi non-formal yang terbentuk di pasar. Selain preman, ada juga kuli gendong dan petugas parkir di dalamnya. 

Keberadaan preman ini menurut Suprapto akan membuat para pedagang dan pengunjung pasar harus mematuhi aturan main dari berbagai pihak, termasuk aturan main para preman yang bertindak sebagai penjamin keamanan pasar.

"Kita tidak bisa menutup mata akan keberadaan mereka (preman). Mereka memiliki power yang cukup kuat dan relatif dipatuhi. Nah berhubung relatif dipatuhi, maka para preman menjadi salah satu 'key persons' di lingkungan pasar yang dapat digunakan untuk penerapan teori sapu lidi," jelasnya.

Suprapto menjelaskan, layaknya sapu lidi yang ingin digerakkan bagian bawah untuk mekar, maka bagian atas harus dipukul atau ditekan. Begitu juga dengan pasar, 'bagian atas' harus memberikan tekanan, baik itu unsur atau fungsionaris yang ada dalam struktur organisasi pasar ataupun dari luar organisasi.

Kuncinya, menurut Suprapto adalah tergantung siapa yang memiliki power kuat atau yang menjadi panutan penghuni pasar.

"Masyarakat kita kan sangat heterogen, jadi ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan, bisa karena tidak faham bahayanya, atau memang sembrono atau nekad. Jadi, jika tidak ditangani dengan serius memang mengkhawatirkan, dan untuk menanganinya memang tidak bisa ‘single fighter’, tetapi harus sistemik, dan salah satunya melibat pengurus pasar yang menjadi ‘key person’," terangnya.

Namun jika cara ini juga belum mempan dan penerapan protokol kesehatan belum bisa dikendalikan, maka perlu langkah tegas lanjutan nih guys.

"Sanksi harus menjadi senjata pamungkas sehingga jika pembudayaan protokol kesehatan dan memfungsikan preman belum jalan, maka pelaksanaannya berikutnya harus bersifat peringatan, jangan langsung diberi sanksi," tutup Suprapto.
 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait