Mengenal OCD, Gangguan yang Bikin Penderitanya Melakukan Hal Berulang-ulang

Jakarta - Pas lagi beres-beres tempat sampai rapi banget, sering ada yang nyeletuk 'Ah, OCD lu'. Dan celetukan itu biasanya jadi bahan bercandaan.
Tapi kenyataannya, penderita OCD nggak akan tertawa dengan jokes itu. Kenapa?
Sebelum menjawab hal itu, Urbanreaders perlu tahu dulu apa itu Obsessive-Compulsive Disorder (OCD).
"OCD adalah salah satu gangguan mental, tapi kadang tidak disadari sebagai gangguan mental. Karena dia sudah mengganggu dalam activity daily. OCD masuk dalam varian gangguan mood, yaitu gangguan anxiety. Jadi OCD hanya salah 1 bentuk dari gangguan jiwa," kata Spesialis Kedokteran Jiwa, Rama Giovani, dalam URlife, Jumat (11/6/2021).
Seperti namanya yakni 'Obsessive-Compulsive Disorder', Rama mengungkap kalau gangguan mental ini ditandai dengan pikiran berulang.
"Obsessed disini maksudnya pikirannya dan perilakunya. Jadi pikirannya ditandai dengan pikiran berulang. Ini nggak diundang tapi berulang-ulang. Lalu compulsive adalah bentuk perilakunya, baik dia melakukan atau tidak. Dan ini jadi gangguan mental karena sudah mengganggu rutinitas sehari-hari dan bisa ganggu sekitarnya juga," lanjutnya lagi.
Lalu gejalanya seperti apa? Apakah kalau sering bersih-bersih kita menderita OCD?
Menurut Rama, ada beberapa pola untuk bisa disebut seseorang itu OCD, yakni kontaminasi dan patologis.
"Gejala utama pikiran konstan. Kalau gejalanya ada pola-polanya. Pola yang paling sering itu adalah pola kontaminasi, misalnya takut ada kuman, takut debu. Oleh karena itu di perilakunya itu dia biasanya cuci tangan. Lebih dari 60% penderita OCD mengalami hal ini," ujar dokter Spesialis Kedokteran Jiwa ini.
"Kedua sifat ragu-ragu yang patologis. Jadi karena mereka ragu-ragu mereka cenderung mencek ulang, seperti mengunci pintu dan matikan kompor. Itu karena basic-nya cemas (anxiety). Jadi dua itu yang sering, patologi dan kontaminasi," sambungnya lagi.
Selain dua pola itu, dipaparkan Rama ada juga pola yang lebih ringan, yakni kesimetrisan atau menggigiti kuku (nail biting).
Untuk menyembuhkan si penderita OCD ini diungkapkan Rama tidaklah mudah. Soalnya penyembuhannya butuh kerjasama dari banyak pihak.
"Sulit atau tidaknya sembuh banyak faktor, bisa karena trauma kepala atau obat-obatan tertentu. Jadi penangannya pribadi butuh holistik, nggak bisa obat saja atau hanya pemberian psikoterapi konseling. Harus keduanya," pungkasnya.
Terakhir, Rama menyampaikan tips bagi para agar penderita OCD agar tidak usah malu akan kondisinya.
"Nggak usah ngerasa jadi orang terpinggirkan. Tipsnya kalau sedang berobat ya lanjutkan pengobatannya dan nggak usah malu. Terus coba juga manage bentuk-bentuk compulsive-nya ke tempat-tempat yang bikin produktif. Tapi kalau udah ganggu tetap harus ditanganin. Cari juga orang yang bisa diajak bicara sehingga paham posisi si yang menderita OCD," tutupnya.