Heboh Cerita Eks Tapol Surya Anta Ungkap Kebobrokan Rutan Salemba

Jakarta – Masalah soal kondisi mengenaskan di Rumah Tahanan (Rutan) di Indonesia kembali mencuat. Sorotan kini tertuju pada kondisi Rutan Salemba yang berlokasi di Jakarta Pusat.
Borok Rutan Salemba tersebut diungkapkan oleh bekas tahanan politik (Tapol) Papua Surya Anta melalui akun Twitternya pada 12 Juni 2020.
Surya Anta telah menjalani penahanan usai divonis melakukan tindakan makar. Ia menemukan banyak praktik penyimpangan yang dilakukan oleh narapida di dalam penjara, khususnya di Rutan Salemba. Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa kondisi penjara tersebut cukup tidak manusiawi.
Pada hari pertama masuk Rutan Salemba, Surya Anta dan rekannya “dipalak” oleh para tahanan lama dengan jumlah variatif. Mulaid ari Rp1 juta hingga Rp3 juta. Sayangnya, twit pertama tersebut hilang tak diketahui alasannya.
Saat itu, ia dan empat rekannya tinggal satu bulan bersama sekitar 420 narapidana di ruang penampungan atau ruangan masa pengenalan lingkungan (Mapenaling), sejak 18 November hingga 19 Desember 2019.
Kondisi di ruangan mapenaling cukup mengenaskan. Tahanan tidur berjejer layaknya ikan. Tak jarang agar bisa tidur, napi harus memiringkan badan.
Tak hanya itu. Di sana, sabu-sabu diperjualbelikan dengan terang-terangan. Surya Anta pun pernah menjadi sasaran penjaja sabu-sabu keliling tersebut.
“Pernah saya diteriaki PSK (Penjual Sabu Keliling) dari lantai 2 blok A atau Blok B, "Om Kribo, doyan sabu gak? Atau Ganja?" Lalu gue jawab " Gak, gue gak mau Sabu atau Ganja, gue maunya Ngent*t!"..dan si Penjual Sabu Keliling pun tertawa,” tuturnya.
Rutan Salemba juga mengalami over capacity. Kapasitasnya hanya bisa menampung maksimal 1500 orang. Namun, dalam praktiknya, Rutan tersebut berisi 4300-an narapidana.
Selain itu, kondisi rutan yang serba terbatas juga membuat nasib kesehatan para napi jadi taruhan. Untuk memasak mie atau menyeduh kopi, misalnya, napi harus membakar air di dalam botol plastik menggunakan plastik yang dibakar. Udaranya tentu mampu membuat para napi sesak nafas.
“Makanya banyak tahanan yang sakit. Saya sempat sakit demam dan keluar darah dari hidung. Ehh mau ke klinik prosedurnya rumit,” ujarnya.
Setelah sebulan di barak penampungan, Surya dan kawan-kawannya harus berpindah ruangan. Ia mengatakan, banyak napi yang tidur di lorong karena tidak memiliki "tiket" masuk kamar atau tidak mampu bayar uang mingguan kamar.
Selain penjaja sabu-sabu keliling, di Rutan Salemba juga kamar "apotik" atau kamar penjualan Sabu, tepatnya di ruangan J18. Dan petugas petugas Rutan mengetahui hal tersebut.
Kebutuhan makanan seperti nasi, lauk dan air cadong (makanan penjara), kata Surya, jumlahnya sedikit. Makanan tersebut lebih banyak diberikan kepada napi yang tidur di lorong kamar. Mereka yang tidur di dalam kamar tahanan harus membeli makanan sendiri atau memasak.
“Air juga kami beli sendiri. Galonnya juga beli. Kalau ada kerusakan listrik bayar pakai uang sendiri. Tahanan lain bayar uang kamar dan bayar uang mingguan. Kami tidak bayar karena pihak penjara khawatir dengan tekanan publik atas kami. Dan lobby kawan2 agar kami tdk tidur di lorong,” kata Surya.
Selama di penjara Rutan Salemba, Surya dan kawan-kawan beribadah di gereja Bethesda, gereja di penjara. Momentum ke gereja, menurutnya, merupakan kesempatan mereka untuk dapat relaksasi, dapat menghirup udara segar serta dapat menikmati makanan layak dari pelayanan misionaris gereja-gereja Kristen maupun Katolik.
“Di Gereja Bethesda ini sa melihat kesedihan para tahanan narkoba dan kriminal. Tak jarang dari mereka yang menangis karena kesalahan masa lalu. Atau yang sebenarnya tak salah tapi dijebak sehingga masuk penjara. Sebagian dari mereka mencari keselamatan dari kehancuran jiwa & pikiran di Rumah Ibadah,” ujarnya.
“Benar bahwa banyak orang yang tak salah dan tidak jahat di penjara. Dan banyak orang yang salah dan jahat justru tidak dipenjara. Tapi penjara di negeri ini bukan tempat menyembuhkan jiwa, hati dan pikiran yang rusak. Negara mensederhanakan masalah dengan buat orang banyak dipenjara,” lanjutnya.
Surya mengungkapkan, foto-foto dokumentasi yang ia posting tersebut merupakan hasil jual beli atau servis handphone yang tersedia di penjara.
“Bisnis narkoba lancar. Bisnis transfer & terima uang kiriman juga lancar. Warung makanan ada. Petugas tahu itu Jual beli parfum ada. Yg gak ada prostitusi, sblm 2016 kata para Napi lama ada,” tuturnya.
Selain iyu, karena biaya hidup yang mahal, banyak “pekerjaan” yang dilakukan oleh para napi di penjara. Mulai dari nyopet, servis elektronik, jasa pijat, berjualan nasi, narkoba hingga menyediakan jasa jadi tukang pukul, dan masih banyak lagi.
“Jadi kelas sosial di Penjara itu nyata banget. Napi Kaya, koruptor misalnya, bisa beli kamar di Blok O seharga 50-70 juta. Blm uang Mingguannya. Gak perlu masuk Penampungan atau Mapenaling dulu kayak kami selama 1 bulan. Bahkan Napi dari blok lain gak bisa main2 ke Blok O ini,” jelasnya.
“Jadi dipenjara kita bisa lihat ada Napi dengan pakaian Necis tampang klimis. Tapi kita bisa lihat lebih banyak lagi napi yang kakinya korengan, selangkangannya budukan, bajunya itu2 aja, Krn sabun, sampoo mandi dan sabun cuci baju harus beli. Tidur berpindah2..makan rebutan,” pungkasnya.