URtrending

URtopic: Sisi Lain Pasukan Garda Depan COVID-19 

Tim Urbanasia, Senin, 11 Mei 2020 16.20 | Waktu baca 8 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
URtopic: Sisi Lain Pasukan Garda Depan COVID-19 
Image: Ilustrasi tenaga medis COVID-19. (Urbanasia)

Jakarta - Ada yang sembuh, lalu gembira. Tapi ada yang masih harus berjuang melawan virus COVID-19, lalu menggantungkan nasib di tangan tim medis. Bagi para pasien, tenaga medis saat ini adalah satu-satunya harapan agar mereka mampu melawan virus mematikan tersebut.

Bagi para tim medis, bekerja dalam senyap di balik penanganan pandemi Corona dan berbekal perlindungan diri yang ada, mereka harus rela mempertaruhkan nyawa demi menolong pasien COVID-19.

Tak sedikit, para tim medis yang bekerja, harus menangani pasien secara langsung di ruang isolasi dengan risiko terpapar COVID-19 paling tinggi. Tentu, tak semudah yang kita bayangkan.

Kali ini, Urbanasia berkesempatan mendengar cerita dari salah seorang perawat ruang isolasi pasien COVID-19 di salah satu rumah sakit swasta di Bekasi.

Bernama lengkap Atikah Loviani, selama merawat pasien COVID-19 di ruang isolasi ia tidak pulang ke rumah selama 8 hari.

"Aku 8 hari. Selama 8 hari itu emang enggak pulang, emang stay di rumah sakit," cerita Atikah Loviani.

Dia mengawali cerita dari pertama kali ditugaskan. Ia sempat mengaku cemas dan takut karena tidak tahu apakah imun tubuhnya sehat atau tidak. Tapi, sebagai perawat, tentu ia tak bisa menolak dan sudah menjadi tugasnya untuk dijalani.

"Emang harus seperti itu ya harus dijalanin. Deg deg-an, takut, tapi aku mikir toh pake APD lengkap jadi InsyaAllah aman," katanya sebagai penyemangat diri.

Sebelum memasuki ruang isolasi, Atikah memiliki cara khusus untuk menyemangati dirinya. Selain berdoa, dia menekankan pada dirinya bahwa perjuangan ini tidak akan lama, sebentar lagi akan pulang.

Dia juga selalu berusaha untuk berpikiran positif. Tentu saja dengan alat perlindungan diri (APD) yang tersedia.

Sebelum memasuki ruang isolasi, ia harus terlebih dulu mengenakan baju medis lengkap, baju hazmat, lalu memakai tiga lapis masker (masker medis - masker N95 - masker medis lagi).

Kemudian, saat akan mau mendatangi pasien, Atikah dan tim medis lainnya akan mengenakan pelindung mata atau goggles.

"Sebenarnya kaya dinas biasa aja cuman ini pake APD lengkap. Pengap aja. Itu pengap banget pake masker 3 lapis," katanya.

Untuk menghilangkan rasa pengap itu sendiri, Atikah biasanya menarik sedikit masker yang paling depan untuk bisa menghirup sedikit udara.

Selama bertugas di ruang isolasi, Atikah dan tim perawat lainnya tidak diperbolehkan makan dan minum. Mereka biasanya makan dan minum sebelum masuk ruang isolasi, lalu minum vitamin saat selesai bertugas.

"Kita enggak makan dan enggak minum selama satu shift itu. Jadi kita makan dulu, nanti baru pas selesainya minum vitamin. Ya minum teh minum air soalnya kan emang enggak bisa minum selama kita dinas itu," katanya.

"Ngilangin rasa haus, rasa laper ya ngobrol aja sama temen kedinasan. Kalo emang dirasain ya pasti haus. Seperti puasa selama dines itu, tapi di luar itu toh kita berpikir toh pasti selesai, nanti juga kita akan minum sebentar lagi," lanjutnya.

Selain mengobrol saat tak ada yang darurat, Atikah dan teman-temanya juga sering mengisi waktu dengan bermain TikTok. Hal inilah yang paling bisa membuatnya tertawa dan terhibur saat berjaga dan tak ada situasi darurat.

"Kita TikTokan lah. Walau lagi pengap, tapi tetep lanjutlah TikTokan mah," ujarnya penuh semangat.

Hiburan ini biasa dilakukan Atikah dan teman-teman setelah membagikan obat, makanan dan menemani dokter visit ke pasien. Kadang, Atikah juga menelepon keluarganya saat situasi memungkinkan.

"Aku video call. Aku chat-chatan sama mama aku tiap hari, nanya kabar, nanya gimana pasiennya bertambah atau enggak kaya gitu sih buat ngobatin kangennya," ungkap dia.

Beruntungnya, pekerjaan Atikah ternyata sangat didukung oleh keluarga. Keluarga tidak ada satupun yang menentang. Mereka semua paham akan tugas perawat.

"Kalo ditentang enggak ada sih alhamdullilahnya. Kalo emang ditugasin di situ ya emang enggak apa-apa, yang penting ingat makan, jaga kesehatan, vitaminnya dimakan," beber Atikah menceritakan pesan keluarganya.

Dalam bertugas, Atikah dan perawat lainnya terbagi dalam tiga shift yakni: shift pagi dari jam 7 sampai jam 2 siang, siang dari jam 2 siang sampai jam 9 malam, lalu malam jam 9 malam sampai jam 7 pagi. 

"Totalnya kalau pagi 7 jam, siang 6 jam, dan kalo malam 10 jam," imbuh dia.

Atikah juga bercerita bagaimana jika ada pasien yang mengeluh dan butuh hiburan. Dalam pemaparannya, bukan batuk atau pusing yang paling sering dikeluhkan pasien, namun kerap bertanya kalau mereka sudah bosan dan bertanya kapan pulang.

Baginya, pertanyaan pasien itulah yang merupakan tantangan terberatnya selama bertugas di ruang isolasi.

"Kalau udah ada pasien yang bilang 'sus kapan boleh pulang?' Itu tantangannya. Lebih seperti harus support pasien," paparnya.

Ia pun selalu memberikan semangat dengan mengatakan bahwa sebentar lagi akan pulang. 

"Aku selalu berkata kepada pasien untuk tetap semangat dan tidak berpikir macam-macam. Hal itu yang justru membuat daya tahan tubuh bisa memburuk, membuat virusnya lebih berkembang lagi. Karena mereka kadang ada yang belum bisa menerima kan kalo ternyata positif," jelasnya.

Salah satu hal yang berkesan adalah ketika ia kerap melakukan olahraga dan berjemur bersama pasien supaya daya tahan tubuh meningkat.

Lalu, hal yang membuatnya kerap tersentuh adalah saat melihat pasien sembuh dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Bahkan sampai membuatnya meneteskan air mata.

"Aku seneng kalo udah dengar 'makasih sus, akhirnya aku udah bisa pulang nih' itu senang aja," ungkapnya.

Satu hal yang membuat Atikah sedih adalah saat ada pasien yang meninggal dunia. Atau saat mendengar rekannya sesama petugas medis yang gugur karena terpapar virus COVID-19.

"Dari awal niat kami adalah mau merawat pasien, sudah tentu tak ada yang mau terinfeksi penyakit seperti ini (COVID-19). Tentu kami sangat berduka," katanya.

"Tertular atau terinfeksi virus kan bukan kita yang mau. Semua balik lagi sama yang di atas. Kalo pun kena, kita harus dirawat tentu kita juga harus tetap semangat, kalo enggak kena, ya alhamdullilah. Tinggal gimana kita ngejaga imun, ngejaga kesehatan tubuh. Kalo dibilang sedih, kan keluarganya lebih sedih dibanding kita, yang penting kita tetap harus menjalankan tugas seperti biasa," imbuhnya.

Muhammad Afif, seorang dokter militer juga sudah tiga minggu ditugaskan menangani pasien virus corona (COVID-19) di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Afif merupakan alumni dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, anggota TNI Angkatan Darat (TNI AD) yang mendapatkan tugas dari atasannya untuk mengabdikan diri dalam bidang kesehatan.

Lalu ia diperintahkan untuk menjadi dokter yang menangani pasien-pasien COVID-19 di Wisma Atlet, Kemayoran.

Selama menjalani pengabdian ini, ia bercerita bahwa para tenaga medis sama saja seperti para pasien. Mereka juga harus menjalani masa karantina sesuai protokol kesehatan layaknya seorang pasien corona.

Hal itu yang membuat dia dan para tenaga medis lainnya tak bisa bertemu dengan keluarga di rumah. Selain tak bisa bertemu keluarga, perasaan Afif pun saat itu campur aduk. 

Bayangkan, ia harus rela tidak bisa mendampingi sang istri secara langsung saat berjuang melahirkan anak pertama mereka, tiga hari lalu.

"Sebenarnya sih perasaan saya itu campur aduk, tapi karena memang ini tugas negara dan emang sudah kewajiban, saya dan istri saya juga ikhlas. Istri juga semangat, sabar, ikhlas tidak didampingi suami," cerita dokter Afif saat dihubungi tim Urbanasia, Minggu (10/5/2020).

Dia mengatakan walau dilanda perasaan campur aduk, tapi dia percaya akan ada hikmah di balik kejadian ini semua. Dia percaya kalau dalam bertugas ia selalu memiliki niat yang baik, fokus pada tujuan, segala urusan akan dibantu oleh Yang Maha Esa.

"Jadi selama di sini ya kita niatkan dengan baik-baik, kita fokus pada tujuan kita. Nanti insyaAllah, Allah akan membantu urusan kita yang lain, termasuk urusan yang ada di rumah, urusan melahirkan itu dibantu alhamdulillah lancar. Bayinya sehat tidak ada masalah apapun dan sampai sekarang bisa tetap diberi kelancaran di rumah, di setiap urusan yang ada di rumah juga," bebernya.

Untuk mengobati rasa kangen, Afif selalu menyempatkan waktu untuk memberi kabar agar keluarga tidak perlu khawatir dan selalu memantau perkembangan anak pertamanya melalui sambungan video telepon (video call).

Istri di rumah selalu memberikan kata-kata penyemangat selama ia berada di medan pertempuran melawan COVID-19 ini.

"Tetap semangat dalam mengabdikan diri pada bangsa dan negara dan juga jangan pernah mengeluh saat membantu orang lain karena apa yang kamu lakukan itu pasti akan berdampak pada dirimu dan juga keluargamu nanti," cerita Afif yang menyampaikan pesan sang istri.

Selain itu, rasa sedihnya tidak bisa menemui sang istri secara langsung berhasil ditepis saat mendapat semangat dari teman-teman tenaga medis yang lain. Dia bercerita bahwa teman-temannya membuat sebuah video penyemangat untuk menghiburnya.

"Waktu saya curhat saya enggak bisa menyambangi istri saya, teman-teman langsung menghibur dan menyemangati saya dengan membuat macem-macem sehingga bisa menghibur saya, menyemangati saya, membuat video-video semangat seperti itu. Kita satu tim, kita saling menyemangati jika ada anggota tim yang misal memiliki masalah atau patah semangat," jelas dia.

Saat setelah berjaga atau tak sedang menangani pasien COVID-19, Afif bercerita kalau dia dan tenaga medis lainnya selalu melakukan berbagai aktivitas olahraga untuk menjaga kebugaran tubuhnya. 

Apalagi menurutnya, sarana olahraga di Wisma Atlet cukuplah lengkap sehingga dirinya bisa melakukannya dengan maksimal, demi tercegah dari paparan virus mematikan ini.

"Kalau kesehariannya di sini kami bertugas dalam bentuk shift. Kemudian kalau seandainya pasif kami juga bekerja sesuai dengan tempatnya masing-masing, kadang di IGD ada yang di ICU juga ada yang di ruangan. Lalu ketika sudah selesai shift kami beraktivitas seperti biasa," katanya.

"Biar nggak bosen di sini, kita melakukan beberapa aktivitas olahraga ringan seperti refreshing atau mungkin seperti lari. Nggak sedikit juga yang melakukan olahraga di taman atau main badminton. Intinya sih biar tetap sehat dan nggak bosan," paparnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait