URnews

UU Anti Penguntitan Disahkan Malaysia, Stalker Bisa Dipenjara

Griska Laras, Sabtu, 8 Oktober 2022 20.47 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
UU Anti Penguntitan Disahkan Malaysia, Stalker Bisa Dipenjara
Image: Ilustrasi zodiak suka stalking. (Freepik)

Jakarta – Dewan Rakyat Malaysia menyetujui rancangan undang – undang antipenguntitan. Undang-undang tersebut diajukan Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri Bidang Hukum dan Parlemen, Mas Ermieyati Samsudin dan disahkan pada Senin (3/10/2022).  

“Kami membutuhkan amendemen undang-undang ini dan pencantumannya sebagai pelanggaran untuk memberikan lebih banyak perlindungan kepada perempuan,” kata Samsudin seperti dilansir Malaymail, Sabtu (8/10/2022).

Samsudin menyebut undang – undang ini akan menjadi payung hukum untuk menangani kasus pelecehan tanpa melibatkan agresi fisik, seperti membuntuti, memaksa berkenalan, memantau gerak- gerik seseorang, memberikan sesuatu tanpa persetujuan dan tindak penguntitan lain.

“Saya yakin mulai sekarang mereka yang rentan dan membutuhkan perlindungan yang lebih baik akan mendapatkannya”.

RUU tersebut akan mengubah hukum pidana negara dengan memperkenalkan sub-bagian baru, 507A, yang mendefinisikan kejahatan menguntit.

1599297202-stalking-mantan.jpgSumber: Freepik

Amandemen pertama yang dibuat adalah Undang-Undang 574 untuk menjadikan menguntit sebagai pelanggaran. Ini diikuti dengan penambahan Bagian 507(a) baru pada UU 574 yang mengatur pelanggaran untuk penguntitan.

“Siapa pun yang berulang kali dengan tindakan pelecehan apa pun, yang bermaksud menyebabkan, atau mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakan tersebut kemungkinan akan menyebabkan kesusahan, ketakutan, atau alarm bagi keselamatan orang tersebut, melakukan pelanggaran penguntitan,” bunyi Pasal 507(a).

Siapapun yang melakukan penguntitan akan dihukum dengan hukuman maksimal 3 tahun penjara.

Samsudin menjelaskan undang – undang ini diajukan setelah maraknya kasus penguntitan yang berujung pada tindakan kriminal di negeri Jiran. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan Organisasi Bantuan Wanita (WAO), 36% orang Malaysia merasa ketakutan setelah mengalami penguntitan,  17% menderita luka fisik, dan 12% lainnya menerima ancaman.

"Menurut 69% orang Malaysia, menguntit adalah kejahatan. Dari penelitian juga menemukan bahwa penguntitan dan pelecehan memiliki efek negatif terhadap kehidupan korban dalam hal ekonomi, sosial, rekreasi, dan masalah pengasuhan anak,” paparnya.

Salah satu kasus penguntitan berujung tindak kriminal sempat membuat geger Malaysia pada April tahun lalu. Seorang wanita dari Ipoh ditikam hingga tewas oleh pacarnya di depan anak-anaknya yang berusia 6 dan 8 tahun.

Wanita 31 tahun ini sudah melaporkan pelaku ke polisi karena mengganggu dan sering memaksa masuk rumahnya. Tetapi polisi hanya menghukum pelaku atas tuduhan memasuki properti orang tanpa izin. Pelaku tak jera sama sekali dan terus mendatangi rumah korban setelah keluar dari penjara.

“Ada banyak insiden (penguntitan) dimana pelaku lolos, tetapi dengan amandemen ini, kita bisa mencegahnya,” kata Samudin. 

Dengan diresmikannya RUU anti penguntitan tersebut, Malaysia bergabung dengan sejumlah negara Asia-Pasifik yang telah memberlakukan undang-undang serupa, seperti India, Jepang, Filipina dan Singapura.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait