URnews

Viral Pelancong Diusir dari Pantai Depan Hotel di Bali, Ini Aturannya

Eronika Dwi, Kamis, 25 Maret 2021 18.15 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Viral Pelancong Diusir dari Pantai Depan Hotel di Bali, Ini Aturannya
Image: Ilustrasi Pantai di Kuta Bali. (Foto: Pixabay/clickphoto)

Bali - Baru-baru ini media sosial diramaikan dengan cerita Mirah Sugandi, seorang pelancong di Bali yang mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari pihak petugas keamanan hotel.

Lewat media sosialnya, Mirah menceritakan kalau dirinya diusir satpam hotel Puri Santrian lantaran menginjakkan kakinya di depan pantai hotel.

"PRIVATE BEACH! Baru tau kalo di sanur, orng lokal gak boleh duduk di pinggir pantai. TERIMAKASIH Pak Satpam Di @purisantrian udah NGUSIR aku yg sedang duduk di pinggir pantai. Isi bertanya aku tamu di hotel itu apa enggak! Hellooooooo.. ini pantai bukan Untuk TAMU mu aja yaa.. Emangnya aku lalat yg bisa kamu usir demi kenyamanan Tamu2 mu ?" bunyi caption Instagram Mirah.

Mirah mengaku dirinya hanya duduk di pinggir pantai. Namun diusir satpam lantaran dirinya bukan tamu hotel.

"Ak gak ada sentuh kursi2 mahal mu.. aku cuma duduk main pasir di pinggir Pantai !! Kalau semua satpam membuat peraturan seperti itu, trus kita orang2 lokal mau main di pantai mana ? Apakah pantai di Bali sudah dijual ?" lanjutnya lagi.

Dengan viralnya video tersebut, pihak hotel dan satpam yang mengusir Mirah pun meminta maaf. Menurut pihak hotel apa yang terjadi antara Mirah dan satpam hotel hanya miskomunikasi.

Lalu bagaimana sih aturan yang area pantai sebenarnya? Simak penjelasannya!

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa area pantai atau disebut sebagai sempadan pantai adalah sebuah ruang publik.

Hal tersebut tertuang dalam dalam Pasal 1 ayat 44 Perda tersebut yang berbunyi:

Sempadan Pantai adalah kawasan pelindungan setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan ketersediaan ruang untuk lalu lintas umum.

Lalu, mengenai pengendalian dan pemanfaatan area pantai sebagai ruang publik juga ditegaskan pada Bab VIII Pasal 108 ayat (3) huruf f dalam dalam Perda itu berbunyi:

(3) Arahan peraturan zonasi sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf c, mencakup:

a. pengaturan jarak sempadan pantai sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4);  
b. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;
d. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan dan kegiatan pelabuhan;
e. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf d; f. pengamanan sempadan pantai sebagai ruang publik;  
g. pengamanan dan perlindungan lokasi tertentu di kawasan sempadan pantai yang berfungsi sebagai tempat melasti;  
h. pemanfaatan untuk penambatan perahu nelayan;  
i. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan;
j. pantai yang berbentuk jurang, memanfaatkan aturan zonasi sempadan jurang; dan
k. pantai yang berbentuk hutan bakau, memanfaatkan aturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau.

Di Pasal 130 huruf F dalam Perda pun disebutkan arahan sanksi terhadap mereka yang menghalang-halangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum, sebagai berikut:

Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) huruf d, merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/ataug. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Mengenai sanksi itu juga diuraikan Pasal 144 dalam Perda tersebut, yakni berbunyi:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126, Pasal 130, dan Pasal 139 dikenai sanksi administratif.  
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:

a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait