URguide

Anak Citayam Nongkrong di Sudirman, Pakar Sosial: Ekspansi Gaya Hidup Megapolitan

Ika Virginaputri, Selasa, 5 Juli 2022 19.00 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Anak Citayam Nongkrong di Sudirman, Pakar Sosial: Ekspansi Gaya Hidup Megapolitan
Image: JPOS Phinisi Karet Sudirman menjadi salah satu spot nongkrong ABG dari pinggiran Jakarta. (ANTARA)

Jakarta - Kawasan Jalan Jenderal Sudirman memang dikenal sebagai salah satu kawasan elite yang ada di Jakarta. Pesona kawasan ini tiada matinya, sehingga selalu menarik perhatian dari generasi ke generasi. 

Terbaru, kawasan Sudirman menjadi tempat favorit untuk ‘nongkrong’ bagi anak-anak remaja tanggung yang berasal dari ‘pinggiran’. Dalam video yang beredar luas, banyak dari mereka yang mengaku berasal dari Citayam, Bojonggede, Bekasi, dan sebagainya. 

Kehadiran anak-anak remaja tanggung atau ABG dari Citayam dan sebagainya ini sangat menarik perhatian publik. Pasalnya, mereka datang ke Sudirman dengan pakaian yang ‘nyentrik’ lengkap dengan gaya rambut yang beraneka ragam. 

Keberadaan ABG di Sudirman ini kian populer setelah ada beberapa konten kreator yang mewawancarai mereka dan videonya viral. Dalam wawancara itu, mereka ditanya terkait hubungan asmara, berapa ongkos yang dihabiskan sekali nongkrong, dan sebagainya. 

Hingga, muncul beberapa ‘artis’ dari kalangan remaja ini, seperti Jeje, Roy, Bonge. Bahkan, gaya pakaian mereka yang ‘nyentrik’ memunculkan istilah baru yaitu ‘Citayam Fashion Week di Sudirman’. 

Pakar Sosial dari Universitas Jend Soedirman, Hariyadi, turut memberikan komentar atas fenomena anak-anak Citayam yang ramai nongkrong di Sudirman. Menurutnya, fenomena ini bagian dari ekspansi gaya hidup megapolitan. 

“Mereka merupakan bagian dari ekspansi gaya hidup megapolitan yang berorientasi global,” kata Hariyadi saat dikonfirmasi Urbanasia, Selasa (5/7/2022). 

Meski demikian, Hariyadi menilai gaya pakaian anak-anak yang nongkrong ini menunjukkan sikap mereka yang ingin beda dari gaya hidup atau gaya pakaian masyarakat yang memang kesehariannya di Sudirman atau pusat megapolitan. 

Hariyadi menilai, anak-anak ini memang sengaja menampilkan gaya yang mungkin bagi sebagian orang aneh, urakan, atau bahkan kampungan. 

“Tapi mereka, sadar atau tidak, tidak peduli dengan itu (pandangan orang, red), karena mereka menunjukkan ciri yang berbeda,” katanya. 

Hariyadi lantas mengambil contoh dari interdepence theory atau teori ketergantungan di mana ada sisi pusat dan sisi satelit. Dalam hal ini, masyarakat yang memang beraktivitas di Sudirman menempati posisi pusat, sementara anak-anak dari Citayam dan sebagainya menempati posisi satelit. 

“Anak Jakartanya sendiri bergaya hidup terkait global, sedangkan anak-anak yang di satelit itu ingin seperti anak-anak di pusat, tapi tidak (mau)  persis sama, sehingga mereka menampilkan satu hal yang berbeda,” pungkasnya. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait