URtainment

Atalarik Syah Tagih Seserahan dan Mahar? Ini Hukumnya dalam Islam

Nivita Saldyni, Rabu, 3 Februari 2021 14.47 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Atalarik Syah Tagih Seserahan dan Mahar? Ini Hukumnya dalam Islam
Image: Ilustrasi mahar pernikahan. (Pixabay/rogerl01)

Jakarta - Belum lama ini Tsania Marwa dan Atalarik Syah kembali jadi sorotan. Konflik antara mantan pasangan suami istri yang telah bercerai sejak 2017 itu muncul usai Marwa mengatakan bahwa Atalarik kembali meminta cincin pertunangan hingga seserahan dan mahar.

Hal itu disampaikan kuasa hukum Marwa saat menemani kliennya menemui wartawan. Pernyataan itu pun muncul di salah satu kanal YouTube milik televisi swasta nasional pada 25 Januari 2021.

"Barang seserahan diminta. Seserahan patut enggak tuh diminta? Kami nggak usah ngomong barangnya apa, barang seserahan diminta, cincin tunangan diminta. Terus kebetulan hadiah ulang tahun diminta," kata kuasa hukum Marwa, Suryadi di kanal YouTube Surya Citra Televisi, Senin (25/1/2021).

Nah sebenarnya boleh nggak sih jika mantan suami meminta kembali seserahan bahkan mahar pernikahan kepada mantan istrinya? Seperti apa hukumnya dalam Islam? Untuk tahu jawabannya, yuk simak penjelasan dari Ustad Efi Afifi berikut ini!

Kepada Urbanasia, Ustad Efi Afifi mengatakan bahwa dalam Islam ada syarat dan hukum nikah yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah.  

"Jadi rukun pernikahan itu pernikahan bisa dilaksanakan jika pertama, ada mempelainya atau calonnya. Kemudian ada ijab kabul, ada saksi, dan ada wali. Di antara ijab kabul itu ada mahar. Nah itu sampai di situ pernikahan bisa dilaksanakan," katanya saat dihubungi Urbanasia, Rabu (3/2/2021).

Ia menjelaskan, mahar adalah hal yang wajib dalam pernikahan. Sebagaimana dikatakan dalam al Quran Qs An Nisa : 4, 'Berikanlah Mas Kawin (mahar) terhadap wanita yang kamu nikahi, sebagai pemberian penuh kerelaan'. Tujuan pemberian mahar ini tak lain adalah untuk menunjukan keseriusan suami (sidq) dan menempatkannya pada derjat mulia.

"Mahar ini kan sesuatu yang dikasih, wajib ini hukumnya. Mahar ini rukun. Jadi sesuatu yang harus ditunaikan seorang laki-laki kepada perempuan ketika akan menikahinya. Ketika dia (laki-laki) berijab kabul kepada wali perempuan ini, harus bil mahri atau harus dengan mahar," kata Ustad Efi.

Ia menjelaskan, mahar bisa diberikan dalam bentuk apapun. Mau seperangkat alat salat, emas, uang tunai, berlian, kurma, atau membaca surat dalam Al-Quran juga diperbolehkan. Seperti misalnya di YouTube ada yang membacakan surat Ar-Rahman sebagai mahar.

"Mahar itu adalah menjadi hak istri, aepenuhnya punya istri. Mahar itu hukumnya wajib, artinya pernikahan tidak bisa sah, tidak bisa dilaksanakan atau batal menurut agama jika tidak ada maharnya. Harus dengan apapun maharnya," jelasnya.

Sehingga saat seorang laki-laki dan perempuan telah sah menjadi suami istri, maka mahar mutlak menjadi milik istri. Istri pun bebas menggunakan mahar untuk apapun.

"Jadi terserah istri mau ngapa-ngapain juga terhadap mahar itu, terserah. Mau dikasih lagi ke suaminya juga boleh karena itu hak istri, sudah kepunyaan istri. Tidak bisa diganggu gugat," tegasnya.

Berbeda lagi dengan seserahan guys. Seserahan tidak masuk dalam rukun nikah dalam Islam, namun ia merupakan budaya di masyarakat kita.

"Nah kalau seserahan yang lain, kalau di budaya kita misalkan kalau di Betawi itu ada roti buaya, kemudian gaun, alat tidur, macem-macem lah. Nah itu tidak termasuk dalam rukun, itu namanya budaya. Jadi kalau ada kasus misal bercerai kemudian seserahannya harus dikembalikan, tidak ada hukum yang mengatur itu secara agama karena itu urusan budaya. Dan sebenarnya sudah kepemilikan istri atau 'pihak mempelai perempuan'," jelas Ustad Efi panjang lebar. 

Ustad Efi menjelaskan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda tahaddu tahabbu, yang artinya saling memberilah hadiah, maka kalian akan saling menyayangi. Nah seserahan sama halnya dengan hadiah yang sebenarnya bisa kita berikan kepada siapa saja.

"Itu kan urusan sosial, nah dalam Islam konsep Nabi itu ada tahaddu tahabbu, saling memberi supaya saling sayang, saling kasih. Jadi kalau seandainya minta dikembalikan ya ini tidak berakhlak. Tapi tidak ada hukum seperti mahar tadi. Kalau mahar, setelah menikah tanpa ceraipun, suami minta dibalikin ya nggak boleh lah. Itu hukumnya haram. Jadi harus seizin istri karena sudah kepunyaan istri," tegasnya.

Namun perlu kamu ketahui bahwa mahar tidak masuk dalam harta gono gini ya guys. Kompilasi Hukum Islam (KHI) ada yang namanya harta bersama atau harta syarikat. Harta ini diperoleh baik masing-masing atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan.

Nah soal harta bersama itu bisa dilihat dalam Pasal 35 ayat 1 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. 

"Itu (harta bersama) kalau bercerai dibagi dua, menjadi harta gono-gini namanya. Jadi harta yang didapatkan ketika menikah, dihitung. Mulai berkeluarga itu dapat apa aja yang punya bersama, dan itu dibagi dua. Mahar tidak termasuk itu ya. Mahar itu kepunyaan istri," jelas Ustad Efi.

Sehingga bisa dikatakan bahwa jika suami yang telah menceraikan istrinya dan meminta seserahan untuk dikembalikan, maka dia tidak berakhlak. Sementara kalau mahar yang diminta untuk dikembalikan, maka haram hukumnya.

Namun Ustad Efi mengatakan ada pengecualian nih, dimana mantan suami sah-sah saja meminta mahar dan seserahan jika terjadi khulu'. Apa itu khulu'?

"Yang menentukan rumah tangga cerai itu suami, jadi haknya ada di suami. Istri tidak punya kapasitas untuk menceraikan. Tapi, dalam perkembangan fiqih, perempuan bisa menggugat yang disebut dengan gugat cerai. Jadi, gugat cerai itu perempuannya yang minta ke pengadilan atau suami untuk diceraikan. Nah, permintaan dia diceraikan ini dalam agama disebut khulu'," jelasnya.

Nah dalam khulu', ada yang namanya konvensasi atau tebusan yang diberikan istri kepada suami. Hal ini terjadi saat sang istri menggugat cerai suami (ingin cerai), namun suami menolak perceraian.

"Jadi ada ujrahnya, misalkan seorang istri sudah nggak tahan ingin bercerai tapi suaminya nggak mau menceraikan. Nah, cara yang dilakukan istri adalah meminta suami agar menceraikannya dengan upah atau ujrah. Jadi dengan bayaran, dan itu boleh. Itu namanya khulu'," pungkasnya.

Upah ini bisa apa aja guys, termasuk kalau suami ingin meminta seserahan dan mahar yang telah diberikannya agar dikembalikan.

"Misal kata suaminya aku ceraikan kamu tapi aku minta maharnya dibalikin dong, seserahannya dibalikin. Nah ini boleh meskipun sebenarnya memberatkan sih ya. Harusnya kan jangan memberatkan (istri). Tapi kalau perempuannya saking pengen banget pisah, kemudian yaudahlah saya penuhi. Mahar saya kembalikan, seserahan saya kembalikan. Itu gak jadi masalah," imbuhnya.

Asal dengan catatan, hal itu diberikan hanya jika sang istri ridho dan melakukannya dengan sukarela. Jadi istripun bisa menolak permintaan tersebut sebenarnya guys.

"Jadi, kalau istri tidak sukarela seserahan dan mahar tidak wajib hukum mengembalikan kembali. Jadi titik temunya di situ," kata Ustad Efi.

"Tapi kalau mereka berdua punya masalah dan bersepakat bercerai, dan suaminya menceraikan lalu dia menggugat untuk mengembalikan mahar dan seserahan, maka ini salah, nggak boleh," tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait