URstyle

BPOM Sanksi 3 Perusahaan Farmasi karena Cemaran EG dan DEG

Fitri Nursaniyah, Senin, 31 Oktober 2022 16.32 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
BPOM Sanksi 3 Perusahaan Farmasi karena Cemaran EG dan DEG
Image: Kepala BPOM RI, Penny K Lukito dalam konferensi pers terkait perusahaan farmasi. (YouTube/BPOM RI)

Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (RI) telah melakukan kegiatan pengawasan, sampling, pengujian, dan pemeriksaan terhadap obat-obatan sirup yang terkait dengan kasus gangguan ginjal akut.

Dari hasil penelusuran, Kepala BPOM RI, Penny K Lukito membeberkan bahwa pihaknya telah menemukan tiga perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirup tanpa memenuhi standar.

Perusahaan tersebut memproduksi obat dengan bahan baku propilen glikol yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.

Tiga perusahaan yang disebutkan Penny adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical, dan PT Afi Pharma.

"Industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut yang mengandung EG DEG di atas ambang batas, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries," ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil Penindakan IF yang Memproduksi Sirup Obat TMS pada Senin (31/10/2022).

Selain itu, Penny menyebut bahwa PT Afi Pharma juga termasuk dalam daftar produsen yang tidak memenuhi standar pembuatan obat sirup.

"Kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol syrup, rasa peppermint produksi PT Afi Pharma. Jadi ada satu produsen ketiga yang diduga ada unsur pidana," ujar Penny.

Berdasarkan hasil penelusuran, ada industri farmasi yang telah mengubah bahan baku propilen glikol dan sumber pemasoknya tanpa proses kualifikasi.

Padahal seharusnya industri farmasi melapor kepada BPOM jika ada perubahan bahan baku obat.

Lebih lanjut, Penny menyebut bahwa saat ini industri farmasi yang melanggar telah diberikan sanksi administrasi berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali, dan pemusnahan.

Penny mengatakan, apa yang dilakukan oleh industri farmasi tersebut diduga telah merupakan tindak pidana karena memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi tanpa memenuhi standar.

"Sebagaimana dalam UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar," ucapnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait