Cerita Sumpah Pocong Mbok Imah: Kebohongan yang Berujung Kematian

Jakarta - Salah satu makhluk gaib yang paling populer di Indonesia dan paling ditakuti adalah pocong. Bahkan hantu ini juga dijadikan sebuah sumpah pembuktian terakhir dalam menyelesaikan banyak perkara, terutama sengketa.
Orang akan melakukan sumpah pocong ketika perselisihannya tidak menemukan titik terang. Nah, horor kali ini akan mengulas tentang sumpah pocong yang dilakukan Mbok Imah (nama samaran).
Kejadian ini dialami oleh anak perempuan Mbok Imah bernama Naya (nama samaran).
"Aku nggak bisa sebutin nama desa aku tinggal, intinya aku tinggal hanya berdua dengan ibu kandungku, Mbok Imah, nama panggilan akrabnya di desaku," kata Naya dikutip dari Twitter @PayungH11101101, Kamis (20/10/2022).
"Bapak sudah meninggal lebih dulu, disusul adikku meninggal yang waktu itu umurnya masih balita. Aku juga punya satu kakak perempuan yang terhitung sudah lima tahun nggak pulang ke Indonesia, iya, dia TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Taiwan dan kabar terakhirnya aku dengar dua atau tiga tahun yang lalu," lanjut Naya.
Awal mula kejadian ini tahun 2008, waktu Naya masih SMA, sedangkan Mbok Imah kerja di salah satu rumah tetangga yang bisa dibilang juragan di desa itu.
"Ibuku pada saat itu umurnya 60 tahun, masih kuat kerja sebagai ART (Asisten Rumah Tangga) dirumah juragan itu. Kita panggil nama juragan muda itu Pak Hanif, dengan istrinya Mbak Fifi. Pekerjaan ibuku seperti biasanya ART pada umumnya, mengurus tiga anak Pak Hanif yang masih kecil, bersihkan rumah, cuci piring/baju, mengurus tanaman, siapin makanan, dan lainnya," lanjutnya.
Singkat cerita, setelah tiga tahun bekerja di rumah Hanif, suatu ketika keluarga Hanif pergi ke Malang selama beberapa hari, namun Mbok Imah tetap bekerja di rumah Hanif yang kosong tersebut.
"Jadi Pak Hanif menitipkan kuncinya ke ibuku. Singkat cerita setelah kepulangannya dari luar kota, ibuku yang lagi di rumah, dipanggil Pak Hanif ke rumahnya," kata Naya.
"Pulang dengan wajah ibu yang lemas, ibu cerita kalau emas perhiasan Mbak Fifi raib. Mbak Fifi yakin perhiasan itu ia letakkan di kamarnya. Ibu semakin ketakutan karena baru pertama kalinya lihat Pak Hanif marah besar dan kesal sekali di hadapan ibu. Apalagi, emas yang hilang itu adalah emas warisan dari keluarga mereka," lanjutnya.
Hanif dan Fifi heran, kenapa tanpa adanya tanda-tanda maling, emas tersebut bisa hilang. Fifi juga yakin kamarnya dikunci rapat, tanpa ada kerusakan di pintunya juga, hanya lemari tempat penyimpanannya saja yang terbuka tidak seperti semula.
Selang beberapa hari hilangnya emas tersebut, secara nggak langsung Fifi dan Hanif menunjuk Mbok Imah sebagai pelakunya.
"Gimana nggak? Karena dipikir-pikir cuma ibu yang punya akses masuk ke rumah Pak Hanif," kata Naya.
"Antara rasa sedih melihat kondisi ibu yang sampai bersumpah demi Tuhan dan rasa sakit hati juga dari tuduhan yang Pak Hanif lontarkan. Tuduhan itu pun sudah menyebar ke seluruh warga desa. Dari desas desusnya sampai ke telingaku, ibu ini pencuri yang serakah," sambung Naya.
"Ibuku dipecat bekerja di rumah Pak Hanif, istrinya pun bungkam karena ikut kecewa dengan perilaku ibu. Ibu yang sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri, dan paling dipercaya di keluarga Pak Hanif, betul-betul nggak ada toleransi lagi di sana," kata Naya lagi.
"Tanda-tanda emas itu tak ditemukan di rumah, namun rumah kami terlanjur berantakan. Warga juga tetap dengan emosinya menuduh ibu sebagai pencurinya, banyak yang emosi dan benci sekali dengan kami akhirnya," lanjut Naya.