URnews

Hari Guru Nasional: Kisah Perjuangan Mengajar di Masa Pandemi COVID-19

Nivita Saldyni, Rabu, 25 November 2020 10.40 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Hari Guru Nasional: Kisah Perjuangan Mengajar di Masa Pandemi COVID-19
Image: Ilustrasi guru mengajar. (World Bank Group)

Surabaya - Hari Guru Nasional tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, Hari Guru Nasional yang jatuh pada Rabu (25/11/2020) diperingati di tengah pandemi COVID-19.

Tentu ini bukan hal yang mudah bagi para guru di seluruh Indonesia. Namun tahukah kamu bagaimana perjuangan para guru di tengah pandemi ini?

Pratiwi Anjar Wulandari, salah satu guru di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah 5 Surabaya mengaku pembelajaran jarak jauh di tengah pendemi sangat berbeda jauh dengan pembelajaran tatap muka.

Bahkan ia yang awalnya kaget dengan metode pembelajaran satu ini mengaku banyak hal baru demi memberikan materi yang menarik dan mudah dipahami para siswa.

"Perjuangan selama ini yang saya rasakan, pastinya beda sekali tidak seperti mengajar secara tatap muka ya. Ada beberapa hal yang harus dikuasai secara mendadak. Yang awalnya tidak bisa edit-edit video, harus belajar edit video meskipun hanya sederhana. Jadi sekarang hampir setiap hari saya buat PPT dan video pembelajaran untuk disampaikan ke anak-anak. Saya buat materinya terlebih dahulu, lanjut take video, kemudian edit video semenarik mungkin untuk disampaikan ke anak-anak," kata Pratiwi kepada Urbanasia, Rabu (25/11/2020).

Menurutnya, pembelajaran jarak jauh telah menuntutnya bekerja selama 24 jam penuh. Sebab, guru harus selalu siap sedia kapan pun untuk melayani wali murid ketika mengalami kesusahan dalam mendampingi anak selama belajar di rumah.

"Kendala kalau ada orang tua yang kerja sih karena mereka terkadang ada yang tidak seberapa memperhatikan anaknya dan nantinya akan berdampak ke anak-anak juga, seperti tugas yang tidak selesai, pengumpulan tugas yang melebihi batas waktu, atau bahkan tidak ada kabar sama sekali dari anaknya jadi susah dihubungi sampai anak tersebut tidak mengikuti pembelajaran, tidak mengikuti ulangan harian dan sebagainya," jelasnya. 

Hal itu, menurut Pratiwi telah mempengaruhi perilaku anak selama belajar di rumah. Sebab ia menemukan banyak anak yang mengalami perubahan perilaku selama belajar di rumah. Menurutnya hal ini terjadi karena kurangnya perhatian dari orang tua selama anak belajar di rumah.

Berbeda dengan Pratiwi, Choirunisa Firda Haryanti mengaku kuota dan sinyal masih menjadi salah satu PR besar yang ia hadapi selama pembelajaran jarak jauh. Sebab masih banyak siswa yang berasal dari keluarga kalangan menengah ke bawah yang tak mampu membeli kuota internet.

"Meski sudah dianggarkan untuk kuota, tapi siswa merasa kesulitan karena aplikasi yang digunakan terlalu berat untuk melakukan tatap maya. Seperti zoom atau aplikasi teleconference yang lain itu juga kesusahan karena pertama sinyal, kedua kuota," ucap guru matematika di MA Nurul Huda Sidoarjo itu.

Perempuan yang akrab disapa Nisa itu pun mengaku belum menemukan metode belajar yang terbaik selama pembelajaran jarah jauh di tengah pandemi ini. Apalagi untuk mata pelajaran yang dikuasainya itu.

"Karena saya ngajar matematika, kesusahannya semakin double. Ngajar langsung saja siswa banyak yang kesusahan, apalagi daring seperti ini. Jadi saya harus merinci sedetail mungkin materinya di PPT. Jadi setiap langkah kecil, pasti ada catatan yang saya kasih supaya anak-anak paham," imbuhnya.

Namun menurutnya ada masalah besar lain yang dihadapi guru selama pandemi ini, yaitu susahnya mengontrol proses belajar para siswa. Apalagi banyak siswa yang keluarganya kesulitan ekonomi di tengah pandemi ini.

"Karena terkendala dari segi ekonomi, semua ikut terkendala. Salah satunya berpengaruh pada motivasi siswa. Sekolah biasa di daerah ini saja minatnya sudah kurang. Karena anak-anak mikirnya habis lulus sekolah langsung kerja. Jadi motivasi untuk belajar itu sangat sangat sangat kurang. Apalagi masa pandemi begini, anak-anak malah kebanyakan bantu orang tuanya di tambak, bantu melayar mencari ikan. Jadi kalau pembelajaran daring susah mengontrol anak untuk kondusif, tugas numpuk, dan kalau ditanya kenapa mereka jawab bekerja," cerita Nisa kepada Urbanasia.

Hal itu menurutnya membuat teknologi masih belum bisa menggantikan interaksi guru dengan siswa secara langsung. 

Kendala serupa juga dialami oleh Maulidatur Rofiqoh. Guru tata Bahasa Arab di Amanatul Ummah Surabaya ini mengaku pembelajaran jarak jauh membuat guru harus lebih inovatif. Sebab siswa semakin susah dikendalikan saat kelas virtual.

"Untuk menciptakan ruang kelas virtual yang nyaman dan terkendali itu tidak mudah karena kami tidak bisa mengontrol secara langsung kegiatan siswa-siswi. Tidak bisa menegur jikalau ada siswa-siswi yang kurang memperhatikan, tidak tahu apa mereka mendengarkan atau tidak tentang pembahasan yang kami sampaikan, hadir di tempat atau tidak karna terkadang ada siswa yag sengaja untuk tidak menyalakan kameranya. Dan kami sebagai guru tidak mungkin marah karena hal itu," ungkap Rofiqoh.

"Apalagi saya sebagai pengajar ilmu alat seperti nahwu, shorof, pasti butuh contoh - contoh yang perlu untuk ditampilkan dan dijelaskan. Saya harus mengecek setiap tulisan dari tugas yang saya kirim sebagai bentuk pengontrolan kepada siswa. Terkadang juga terjadi misskomunikasi tentang apa yang saya sampaikan. Sehingga pembelajaran daring kurang efektif," akunya.

Alhasil berbagai metode dan alat komunikasi pun digunakan agar siswa memahami materi yang disampaikan. Mulai dari aplikasi zoom, google meet, classroom, hingga berkirim pesan via WhatsApp pun dilakukan agar siswa benar-benar paham.

Dengan kondisi saat ini, ia menilai harus ada sinergitas antar guru, orang tua dan siswa. Apalagi guru, menurutnya guru harus lebih aktif dan sabar untuk merangkul siswa agar tetap semangat untuk mengikuti pelajaran. Begitu pun dengan orang tua yang harus selalu siap mengawasi dan memperhatikan putra-putrinya di masa pandemi ini.

"Semuanya harus sabar dan mengerti kondisi agar tidak terjadi hal-hal yang buruk yang berdampak pada siswa khususnya. Guru jangan bosan-bosan bertanya dan mengingatkan tentang belajar dan belajar. Jika bukan kita siapa lagi? Tentu kita tidak mau generasi setelah pandemi menjadi generasi yang bodoh dan lupa bahwa pernah ada sekolah," pesannya.

Terakhir, ketiganya sama-sama berpesan agar seluruh guru di Indonesia tetap menjaga semangat, sabar, dan ikhlas menghadapi kondisi apapun, termasuk pandemi COVID-19. Sekali lagi, selamat Hari Guru Nasional untuk seluruh guru di Indonesia!

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait