URnews

Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pelecehan Seksual? Begini Jawaban Pakar

Elga Nurmutia, Kamis, 13 Januari 2022 19.49 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pelecehan Seksual? Begini Jawaban Pakar
Image: Pixabay

Jakarta - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengungkapkan hukuman bagi para pelaku pelecehan seksual letaknya bukan pada kebiri, namun penegakan hukumnya. 

“Konteksnya bukan pada kebiri atau tidaknya. Tapi konteks hukum yang mengefek jerakan selama penegakan hukum itu, betul-betul dilakukan,” ujar Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra, mengutip ANTARA, Rabu (12/1/2022).

Menanggapi terkait pengesahan hukum kebiri, Hermawan menjelaskan hukuman bagi pelaku seksual tidak bisa diputuskan begitu saja. Hal itu dikarenakan harus melihat dua perspektif yang berbeda, yakni kemanusiaan dan hukum itu sendiri.

Jika dilihat dari perspektif kemanusiaan, hukum kebiri bisa disebut sebagai sebuah hukum yang memaksa mengambil separuh sisi kemanusiaan secara anatomis dan fisiologis untuk di nonaktifkan. Akhirnya, hal itu pun bertentangan dengan kode etik milik para dokter yang memiliki tugas untuk menyelamatkan dan menjaga jiwa seseorang.

Namun, apabila melihat perspektif hukum, selama hal tersebut diatur oleh undang-undang atau memiliki regulasi yang jelas, maka hukum tersebut dapat berlaku baik dalam kesepahaman yang sifatnya norma maupun moralitas dan keagamaan.

Hermawan juga menambahkan, selama hukum itu bisa diterima menjadi sebuah hukum yang positif di Indonesia, mungkin saja bisa dilakukan. Sama halnya dengan hukum mati yang mungkin saja berlaku bagi seorang narapidana.

“Tetapi sekali lagi, tentu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan atau human rights dan menyangkut hukum itu sendiri, perlu dilihat dari kesepakatan bersama secara kolektif,” tambahnya. 

Sementara itu, apabila kebiri ini konteksnya di luar hukum, makan hukuman tersebut bisa dibilang tidak sesuai, bahkan tidak manusiawi. Selanjutnya, dalam sisi hukum juga perlu melihat apakah kejahatan pidana yang dilakukan merusak diri sendiri atau lingkungan dan juga tatanan sosialnya.

Lebih lanjut, Hermawan menegaskan apabila pelaku telah merusak dan merugikan lingkungan atau tatanan sosial, maka pelaku tersebut harus dihukum setinggi-tingginya. Bahkan, bagi pelaku juga hukuman mati menjadi hal yang pantas untuk menimbulkan efek jera.

Kembali lagi, hanya saja efek jera itu hanya dapat dilakukan jika hukum benar-benar ditegakan dan diberlakukan secara adil tanpa melihat derajat seseorang. Hal itu dilakukan agar tidak dapat ditiru atau terjadi kembali oleh orang lain.

“Kebiri itu belum dikenal di dalam perundang-undangan kita terkecuali memang diatur, itu baru. Tapi kalaupun hukum itu ditegakkan, saya rasa segera dan pasti ada. Orang juga tidak akan coba coba untuk membuat kejahatan lebih jauh,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait