URnews

Ibu Kota Pindah, Demi Apa?

Luciana Retno Prastiwi, Jumat, 12 Agustus 2022 14.23 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ibu Kota Pindah, Demi Apa?
Image: Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. (Dok. Setkab)

WACANA pindahnya ibu kota dari Jakarta, bukan ide baru. Apalagi jika disebut sebagai pikiran pertama dan datang tiba-tiba. Setidaknya, jika Indonesia tak mengalami pergolakan, pada tahun 1957 Presiden Soekarno hendak melangsungkan perpindahan Ibu Kota ke lokasi baru: Palangka Raya, Kalimantan Tengah. 

Demikian juga pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, yang merencanakan perpindahan pusat pemerintahan ini ke Jonggol, Jawa Barat. Wacana ini juga bergulir pada masa Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Baru pada era Pemerintahan Presiden Jokowi, wacana itu terwujud dengan diperintahkannya Bappenas untuk melakukan kajian dan persiapan yang konkret pemindahan Ibu Kota Nusantara.

Terdapat berbagai argumentasi menyangkut rencana perpindahan tersebut. Satu hal yang mengemuka, yaitu timpangnya konsentrasi penduduk di Indonesia. Saat ini, sekitar 57 persen populasi Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pulau-pulau di luar Jawa kecil konsentrasinya. Apalagi jika dibandingkan dengan Maluku dan Papua, hanya 2,8 persen penduduk Indonesia ada di wilayah ini. 

Hal lainnya, menyangkut ketersediaan air di Pulau Jawa, terutama DKI Jakarta dan Jawa Timur. Di kedua wilayah ini telah terjadi krisis ketersediaan air. Tak kalah penting dari kedua pertimbangan itu, tingginya arus urbanisasi, terutama menuju Pulau Jawa, bakal mempengaruhi kualitas kehidupan penduduk yang ada di dalamnya. Ketiga pertimbangan sebagai dasar pemindahan ibu kota ini, dapat disimak di Buku Saku IKN, 2021.

Mewujudkan Visi Pemindahan Ibu Kota ke IKN

Pertanyaan utama menyangkut pilihan lokasi baru, di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur, dijawab oleh Direktur Pembangunan Daerah, Kementerian PPN/Bappenas Mia Amalia. Lokasi yang dipilih, aman dan minim ancaman bencana, serta aksesibilitas ke kota lain terbuka. Ini terutama ke dua kota besar Samarinda dan Balikpapan. 

Demikian pula dengan kesiapan infrastrukturnya yang lengkap, lahan luas berstatus hutan produksi dan perkebunan. Sedangkan struktur penduduknya yang heterogen dan terbuka, dapat meminimalisir konflik. Terlebih adanya dukungan pertahanan oleh tri matra darat, laut dan udara.

Pilihan terhadap lokasi yang baru juga relevan dengan visi kota berkelanjutan dunia, yang diharapkan mampu mewujudkan ‘Kota Dunia untuk Semua’. Visi itu selaras dengan alam, mampu menampung keberagaman masyarakat sesuai bhinneka tunggal ika, terhubung infrastruktur fisik maupun digitalnya, siap berperan aktif, dan aksesibilitas yang  mudah dari seluruh wilayah Indonesia, rendah emisi karbon karena sebagian wilayahnya masih berhutan, sirkuler dan tangguh, aman dan terjangkau, nyaman dan efisien melalui teknologi, serta peluang ekonomi untuk semua.

1660288806-Visi-IKN.jpgSumber: Visi IKN Kota Dunia. (Istimewa)

Untuk mencapai tujuan fungsionalnya, Ibu Kota Nusantara terbagi menjadi 2 zona, masing-masing zonasi Kawasan Barat dan Kawasan Timur. Di Kawasan Barat terdapat inti pusat pemerintahan, perkantoran, bisnis, pusat pengembangan talenta, dan perguruan tinggi. Di kawasan ini pula dikembangkan smart government. Sedangkan di zonasi Kawasan Timur IKN dimanfaatkan untuk perkantoran, kawasan bisnis, pusat pengembangan talenta, hotel bisnis dan MICE. 

Untuk mengukur fungsionalitas zonasi itu terdapat 3 KPI. Ini bakal mendorong IKN jadi kota berkelas dunia, yaitu kota dirancang untuk mendukung 10 menit berjalan kaki, 75 persen alam kota di dalam hutan, masuk dalam 10 kota layak huni terbaik cerdas, aktif dalam menghadapi masa depan. IKN sebagai smart city, forest city dan sponge city, bukan sekedar jargon. Ukurannya jelas.

Perwujudan smart city, melalui integrasi antara kemudahan akses, mobilitas, lingkungan hidup, iklim, keamanan dan keselamatan para penghuni IKN. Sedangkan Forest city terkait dengan lokasi IKN di kawasan hutan dengan keanekaragaman hayati tinggi. Sejak perencanaan, IKN berfokus pada menjaga keselarasan fungsi budidaya dan fungsi lindung hutan. Mewujudkan sponge city, melalui sistem perairan sirkular. Ini ditempuh dengan menggabungkan arsitektur tata kota, infrastruktur dengan prinsip berkelanjutan. 

Pada area yang dikembangkan, berfungsi sebagai spons yang menyerap air hujan, menyaring secara alami dan melepaskan air ke bendungan, saluran air dan akuifer. Tujuan kota spons adalah pemurnian dan pemanenan air, resiliensi terhadap banjir, pelestarian dan peningkatan ekologi, efisiensi sistem sumber daya, dan memberikan manfaat rekreasi bagi masyarakat.

1660288836-Picture2.jpgSumber: Desain IKN. (Istimewa)

Peran Badan Informasi Geospasial dalam Mewujudkan Visi IKN

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait