URtrending

Ini Dampak untuk Pekerja Jika Omnibus Law Disahkan

Kintan Lestari, Senin, 5 Oktober 2020 15.36 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ini Dampak untuk Pekerja Jika Omnibus Law Disahkan
Image: Ilustrasi pekerja. (Pexels/Kateryna Babaieva)

Jakarta - RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law kembali jadi trending topic di media sosial.

Para pekerja, khususnya buruh, ramai-ramai menolak kebijakan ini. Ada beberapa alasan kenapa mereka menolak Omnibus Law.

Pasalnya bila disahkan nanti, terdapat beberapa poin yang merugikan pekerja. Berikut poin-poin yang dianggap bermasalah dan akan merugikan posisi pekerja dikutip dari berbagai sumber.

- Status Pekerja

Pasal 61 RUU Cipta Kerja menyebut perjanjian kerja berakhir saat pekerjaan selesai. 

Kemudian pasal 61A menyebutkan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir. Di pasal ini pengusaha juga bisa mem-PHK pekerja dengan alasan efisiensi.

Jadi dapat disimpulkan status pekerja adalah pegawai kontrak dan bukan tetap. Dan itu memungkinkan pekerja jadi berstatus kontrak selamanya. Dengan status kontrak, pekerja juga tidak akan mendapat pesangon serta jaminan pensiun dan kesehatan.

- Upah 

Soal pengupahan tertera dalam pasal 88B dan C. Pasal 88B mengatur standar pengupahan berdasarkan waktu. 

Sementara pasal 88 C menyebut (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Dampak dari pasal ini adalah dihapusnya upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK), serta perusahaan akan membayar upah pekerjanya berdasarkan perhitungan upah jam kerja.

- PHK

Pasal 154 A poin 1 menyatakan "Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan: a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan; b. perusahaan melakukan efisiensi".

Dampaknya perusahaan bisa semena-mena mem-PHK karyawan atau buruh dengan alasan efisiensi. 

- Outsourcing (Alih Daya)

RUU Cipta Kerja menghapuskan pasal 66 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang mengatur soal outsourcing. Pasal tersebut bunyinya "(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi".

Dampaknya pekerjaan outsourcing jadi tidak jelas bentuknya. Dalam UU Ketenagakerjaan, outsourcing terbatas pada lima jenis pekerjaan saja, yaitu cleaning service, keamanan, transportasi, catering dan Jasa Migas Pertambangan.

Dengan disahkannya Omnibus Law, maka definisi pekerjaan outsourcing akan jadi lebih luas karena semua jenis pekerjaan bisa dikategorikan outsourcing. 

Sebenarnya masih banyak lagi poin kontroversial dari Omnibus Law, seperti hilangnya hak cuti dan tidak adanya jaminan pensiun. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait