URnews

Ini Rekomendasi IPK Indonesia soal Pembelajaran Tatap Muka 2021

Eronika Dwi, Kamis, 17 Desember 2020 12.22 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ini Rekomendasi IPK Indonesia soal Pembelajaran Tatap Muka 2021
Image: Ilustrasi - Sekolah tatap muka di Surabaya. (Dok. Dispendik Kota Surabaya)

Jakarta - Satgas penanggulangan COVID-19 Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia telah melakukan pendataan terkait masyarakat yang mengakses layanan psikolog klinis pada masa pandemi saat ini periode Maret - Agustus 2020.

Berdasarkan laporan dari 194 orang psikolog klinis dari 27 wilayah di Indonesia, ditemukan bahwa salah satu masalah yang paling banyak dikeluhkan adalah hambatan belajar.

Pada November 2020, tim Satgas penanggulangan COVID-19 IPK Indonesia melakukan penelitian tentang Dampak Belajar dari Rumah (BDR) terhadap kondisi psikologis siswa.

Penelitian tersebut melibatkan 15.304 siswa di jenjang pendidikan SD (kelas 4-6), SMP, SMA, dan SMK sebagai partisipan.

Mereka berasal dari sekolah-sekolah di enam wilayah di Indonesia, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi psikologis siswa yang mengikuti BDR relatif lebih baik dibandingkan mereka yang mengikuti pembelajaran secara tatap muka maupun campuran BDR dan tatap muka.

Selain itu, BDR juga tidak menimbulkan stres yang lebih tinggi dibandingkan metode pembelajaran lainnya.

Berdasarkan temuan dari hasil penelitian sebelumnya, kondisi psikologis siswa saat ini tidak berbeda dari kondisi sebelum pandemi.

Maka, dapat disimpulkan bahwa kondisi psikologis siswa saat ini tidak secara langsung disebabkan oleh BDR.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Satgas penanggulangan COVID 19 IPK Indonesia memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Melanjutkan Pembelajaran BDR

Menunda pembelajaran tatap muka dan melanjutkan pembelajaran BDR hingga tingkat infeksi COVID-19 kurang dari 5 persen sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO).

Dampak buruk BDR terhadap kondisi psikologis siswa tidak dapat dijadikan alasan pembukaan sekolah, karena hal ini tidak terbukti.

Keamanan dan kesehatan harus tetap menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan, demi menghindari life-loss ataupun health-loss.

Adapun kekhawatiran terjadinya learning-loss dapat diantisipasi dengan meningkatkan efektivitas proses BDR serta mengejarnya di kemudian hari ketika kondisi sudah membaik.

2. Pemerintah Harus Memberikan Perhatian Lebih

Pandemi СOVID-19 merupakan disrupsi besar terhadap kehidupan, dan menjadi sumber stres yang dapat memengaruhi kesehatan mental masyarakat.

Sehubungan dengan situasi ini, pemerintah harus memberikan perhatian dan melakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan mental warga belajar, yaitu siswa, guru, serta pendamping belajar anak (orang tua atau wali) ketika menjalani BDR.

Agar siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna selama masa pandemi, sekaligus untuk meningkatkan kesehatan mental berbagai pihak, pemerintah perlu melakukan hal-hal berikut:

a. Meningkatkan kapasitas dan keterampilan para guru dalam hal pengelolaan kelas dan penyampaian materi belajar yang sesuai dengan pembelajaran BDR.

b. Guru juga perlu ditingkatkan kapasitasnya agar dapat memberikan dukungan psikososial bagi para siswa. Pemberian keterampilan Dukungan Psikologis Awal (DPA) adalah salah satu alternatif kegiatan yang dapat diberikan kepada guru.

c. Memberikan bantuan pada orang tua atau pendamping belajar anak selama BDR, agar lebih mudah memahami proses belajar yang sedang dijalani anak. Salah satu caranya adalah dengan menyiapkan modul-modul belajar untuk pengayaan bagi pendamping belajar anak. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait