URedu

Inovasi i-nose c-19 Milik ITS Siap Diuji Coba di RSI Jemursari Surabaya

Shelly Lisdya, Selasa, 23 Februari 2021 10.32 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Inovasi i-nose c-19 Milik ITS Siap Diuji Coba di RSI Jemursari Surabaya
Image: Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD dan tim menyerahkan alat i-nose c-19 kepada Direktur Utama RSI Jemursari dr Bangun Trapsila Purwaka SpOG-K (kanan)/ITS

Surabaya - Alat inovasi skrining COVID-19, i-nose c-19 yang dikembangkan guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Riyanarto Sarno dan tim dalam tahapan penambahan sampel untuk proses uji profiling.

Dalam rangka penambahan sampel, Riyanarto Sarno dan tim melakukan penyerahan empat alat i-nose c-19 di Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari Surabaya, Senin (22/2/2021).

Selain di RSI Jemursari dan RSI Ahmad Yani, tim i-nose c-19 juga telah bekerja sama dengan RSUD dr Soetomo dan National Hospital.

Sebagai Principal Inventor, Riyanarto juga menyampaikan perhatiannya pada masa pandemi yang menuntut untuk segera menghadirkan inovasi baru sebagai bentuk usaha bertahan di situasi ini. Namun, ia menambahkan bahwa untuk menghidupkan inovasi tidaklah mudah, tanpa penelitian yang lanjut maka bisa tertinggal dengan yang lain.

“Sama halnya dengan alat skrining Covid-19, yang semakin hari semakin banyak macam dan metodenya dari rapid antigen sampai PCR,” jelasnya.

1614050993-i-nose-c-19-(2).jpegSumber: Percobaan i-nose c-19/ITS

Namun, guru besar Teknik Informatika ITS ini menegaskan, bahwa inovasi alat skrining COVID-19 melalui bau keringat ketiak ini bukan sebagai pengganti tes swab PCR. Tetapi hanya alat skrining atau deteksi awal COVID-19 sebelum seseorang melakukan swab PCR dan sebagai alternatif untuk mempercepat proses skrining.

“Cara kerja i-nose c-19 pun berbeda dengan rapid test berbasis antibodi maupun rapid antigen,” bebernya.

Tak hanya sampai di situ, ia melanjutkan bahwa i-nose c-19 saat ini keefektifannya sudah mencapai minimum 91 persen.

“Diharapkan dengan semakin banyaknya sampel yang diuji cobakan pada alat ini nantinya semakin dapat membantu keakuratannya,” ungkapnya.

Mengingat, i-nose c-19 mendeteksi bau yang berasal dari Volatile Organic Compound (VOC) yang terdapat dalam keringat ketiak, pengambilan sampel dilakukan dengan menghisap bau keringat melalui selang kecil. 

Kemudian disalurkan ke deretan sensor (sensor array) pada i-nose c-19. Setelah itu, gas bau tersebut diubah menjadi sinyal listrik dan diolah menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Untuk itu, dibutuhkan banyak uji coba dengan berbagai macam orang dengan kondisi tertentu, seperti orang yang terkena penyakit TBC namun negatif COVID-19, orang yang positif COVID-19 namun tidak ada gejala dan lain-lain. Dalam hal ini akan menambah keakuratan dan keefektifan dari alat tersebut.

Sementara itu, Dirut RSI Jemursari, Bangun Trapsila Purwaka menyadari bahwa COVID-19 telah mempengaruhi seluruh dunia. Begitu juga seluruh dunia sedang berlomba untuk menggalakkan inovasi guna mendeteksi virus ini.

“Dengan tes swab PCR yang ada sebenarnya sudah mudah bagi masyarakat untuk mengetahuinya,” kata Bangun.

Hanya saja, Bangun mengatakan, tidak semua orang bisa mengeluarkan biaya untuk melakukan tes yang harganya masih terhitung mahal ini. Hal tersebut bisa disimpulkan bahwa diagnosis dengan cara ini masih menjadi masalah.

“Dengan hadirnya i-nose c-19 ini luar biasa menjawab kebutuhan, juga sudah memenuhi kaidah skrining sehingga bisa dipakai untuk massa,” tandasnya.

Nantinya, empat alat i-nose c-19 ini akan diletakkan di ruang rawat inap dua unit dan di ruang rawat jalan dua unit. Karena ini untuk mendukung penelitian dari i-nose c-19, menurut Bangun, maka untuk pengaplikasiannya nanti, orang-orang yang akan dites harus sudah di-swab PCR terlebih dulu. Hal ini berlaku untuk pasien dari luar maupun dari RSI sendiri.

“RSI beruntung bisa diikutsertakan dalam penelitian ini, ke depannya diharapkan bisa dijadikan tools karena murah dan cepat,” terang Bangun.

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) ITS, Muhammad Nuh DEA mengungkapkan bahwa alat ini merupakan bagian dari perjalanan i-nose c-19. 

Setelah didemokan di Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), saat ini berlanjut untuk melangkah ke tahap selanjutnya, yakni pengambilan sampel dan melakukan pengujian di beberapa rumah sakit.

“Inovasi baru bisa punya makna ketika sudah bisa dipakai di publik, maka dari itu ini saatnya buat i-nose untuk diujikan ke publik,” tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009-2014 ini.

Terakhir, Direktur DRPM ITS, Agus Muhamad Hatta turut memberikan rasa terima kasihnya kepada pihak RSI yang sudah menjadi katalis yang baik bagi pengembangan i-nose c-19.

“Diharapkan selama proses pengujian ini bisa berjalan dengan baik dan nantinya bisa sesuai dengan yang diinginkan,” ungkap Hatta penuh harap.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait