URtrending

Kekerasan pada Perempuan Tinggi, RUU PKS Malah Ditarik dari Prolegnas

Nivita Saldyni, Rabu, 1 Juli 2020 13.40 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kekerasan pada Perempuan Tinggi, RUU PKS Malah Ditarik dari Prolegnas
Image: Ilustrasi kasus kekerasan seksual. (Urbanasia)

Jakarta - Usulan Komisi VIII DPR untuk menghapus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 menjadi sorotan.

Apalagi setelah Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengeluarkan pernyataan yang membuat publik geram.
 
“Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," kata Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020) lalu.

Alasan Marwan bahwa pembahasan RUU PKS yang sulit dilakukan saat ini membuat publik naik darah. Padahal RUU ini telah lama didesak publik untuk segera disahkan, apalagi angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.

Jika kita melihat Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 6 Maret 2020 lalu, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat di Indonesia selama 12 tahun terakhir.

Berdasarkan data tersebut, Komnas Perempuan menyebut telah ada peningkatan sebanyak 792 persen terkait kekerasan terhadap perempuan selama 12 tahun. 

1593582648-angka-kekerasan-thp-perempuan.JPGSumber: "Angka kekerasan terhadap perempuan berdasarkan CATAHU Komnas Perempuan 2020. (Komnas Perempuan)"

Bahkan saat angka ini sempat turun pada 2016 dengan total 259.150 kasus, namun terus meningkat menjadi 348.446 di tahun 2017, melonjak ke 406.178 di tahun 2018, dan bertambah 431,471 di tahun 2019.

Dalam laporan itu pula, Komnas Perempuan menyebut bahwa kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman.

Apalagi setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan secara konsisten mengalami peningkatan. Hal ini pun diperparah dengan tiadanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan.

Masih dari data yang sama, Komnas Perempuan melaporkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan. Bahkan kekerasan yang masuk dalam ranah personal ini mencapai 11.105 kasus, atau setara dengan 75 persen.

1593585396-R1A1hG-post-Bentuk-Kekerasan-terhadap-Perempuan.jpegSumber: "Bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut RANAH. (Komnas Perempuan)"

Dari sejumlah laporan KDRT, Komnas Perempuan mencatat ada empat kekerasan yang paling banyak dilakukan :

1. Kekerasan fisik 4.783 kasus (43%)

Kekerasan fisik dalam hal ini bisa meliputi berbagai hal. Mulai dari upaya dibuat sesak nafas, digantung, dijadikan pelaku bom bunuh diri, diludahi, direndam, pelukaan anggota tubuh, pemaksaan melakukan sikap tertentu, pemaksaan memakan dan meminum benda tertentu, pembakaran anggota tubuh, dan pembunuhan.

Komnas Perempuan juga mencatat, kekerasa fisik lain bisa dilakukan dengan pemotogan anggota tubuh, penggundulan, penggusuran paksa, pengisolasian, penghilangan paksa, pengungsian paksa, penyerangan dengan binatang, penyerangan dengan senjata, penyetruman anghota tubuh, perajaman, ercobaan medis, hingga perusakan panca indra.

2. Kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%)

Komnas Perempuan membagi kekerasan seksual ke dalam 15 jenis kekerasa, yaitu mulai dari perkosaan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, dan pemaksaan perkawinan termasuk cerai gantung.

Jenis kekerasan seksual lainnya adalah pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, hingga kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

3. Kekerasan Psikis 2.056 kasus (19%)

Dalam kekerasan psikis, korban bisa saja mendapatkan kekerasan verbal maupun non-verbal. Untuk kekerasan verbal, korban bisa saja mendapat ancaman, dicerai, digunjingkan, dipermalukan, diperolok, ditipu, dan diintimidasi.

Dalam kekerasan verbal, korban bisa juga dipaksa berbohong, diberi julukan tertentu, pemutusan hubungan komunikasi sepihak, pencemaran nama baik, pengabaian seksual, pengucilan, dan penghinaan.

Sementara untuk kekerasan non-verbal, biasanya korban dilarang bergaul, dilarang berkomunikasi dengan keluarga maupun orang lain, dipisahkan dari anak, diculik, ditelantarkan,  dikuntit, diselingkuhi, dipoligami, atau bisa juga dihancurkan barang pribadinya.

4. Kekerasan Eonomi 1.459 kasus (13%)

Terakhir, untuk kekerasan ekonomi, Komnas Perempuan menyebut ada beberapa jenis atau bentuknya. Mulai dari dilarang bekerja, dilarang untuk peningkatan karier, dipaksa bekerja, diporoti, dipaksa berhutang, dipaksa berpenghasilan tinfgi, dipaksa memberikan harta gono gini, atau juga pemerasan dan penelantaran.

Kekerasan ekonomi lain bisa juga terjadi jika ada ketidakadilan dalam pembagian harta gono gini dan atau warisan, pemalsuan dan pemaksaan dokumen, pengalihan tanggung jawab hutang, pengambilan harta istri, pengampuan aset, pengendalian pengeluaran, penghentian pemberian nafkah, penguasaan upah, perahasiaan pendapatan suami, pisah ranjang, hingga pisah rumah.

Nah menurut Urbanreaders, kalau angka kekerasan terhadap perempuan masih setinggi ini dan terus meningkat tiap tahunnya, apakah tepat jika RUU PKS ini tak segera disahkan?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait