URtainment

Kekeyi, Bowo TikTok, hingga Cimoy Dapat Untung karena Dirundung, Kok Bisa?

Anisa Kurniasih, Selasa, 2 Juni 2020 08.15 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kekeyi, Bowo TikTok, hingga Cimoy Dapat Untung karena Dirundung, Kok Bisa?
Image: istimewa

Jakarta - Banyak orang terkenal lewat media sosial dengan mudah. Berbagai macam platform yang hadir di gadget rasanya membuat orang lebih mudah berkreasi dengan berbagai macam konten.

Hal itu membuat selebgram atau influencer baru 'lahir' menghiasi timeline berbagai media sosial yang kita miliki. Namun, rupanya tak semua 'sosok' tersebut disukai guys.

Seperti kita tahu sejumlah orang yang kini kita kenal muncul karena 'bullyan' atau perundungan dari netizen dengan segala komentar karena tingkahnya yang sukses mencuri perhatian.

Sebut saja Bowo dan Cimoy Montok yang sempat viral lewat TikTok, dan baru-baru ini sosok Kekeyi juga berhasil mengundang berbagai komentar yang justru negatif dari pengguna medsos.

Istilah 'public enemy' pun rasanya begitu melekat pada mereka yang tak henti menguras emosi netizen lewat sejumlah 'sensasi' yang dibuat.  Akhirnya, keviralan itu pun justru mendatangkan keuntungan bagi mereka lewat berbagai konten yang diunggah.

Contoh saja Kekeyi yang baru merilis single 'Keke Bukan Boneka', video klip tersebut pun sukses ada di trending 1 YouTube dan ditonton lebih dari 9 juta kali bahkan mengalahkan single terbaru Lady Gaga.

Terdapat lebih dari 200 ribu komentar dalam video tersebut dan sebagian netizen justru membully Keke di video itu.

Namun, rupanya Kekeyi mengaku santai orang-orang yang sering melakukan perundungan kepadanya di media sosial.

Dia mengaku sering membaca komentar dari warganet di akun media sosial miliknya yang tak jarang berisikan perundungan yang ditujukan kepadanya.

"Aku tahu mereka ngatain apalah. Aku jelek, aku ini. Oke enggak masalah ya. Aku juga jujur, aku dari sananya emang gitu. Tapi aku mau buktikan walaupun aku jelek, aku harus bisa berkreasi," kata Kekeyi dalam video wawancara dengan Anji yang diunggah melalui akun YouTube Dunia Manji, Minggu (31/5/2020).

Kekeyi menerima apabila tidak semua orang suka dengan apa yang dilakukan olehnya. Dia justru menanggapi perundungan yang ditujukan kepadanya sebagai motivasi untuk berkarya.

Melihat fenomena tersebut, apakah yang sebenarnya terjadi? Mengapa bisa seseorang baik itu influencer atau selebgram yang dirundung justru bisa mendapatkan 'untung'?

Rupanya guys, hal ini berkaitan dengan Jerat Kuasa Algoritma yang telah menjadi 'lintah' kehidupan sosial baru di era digital.

Devie Rahmawati, Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia menjelaskan algoritma ialah sistem yang memberikan penghitungan berdasarkan pada frekuensi dan konsistensi produksi konten. 

Ia menjelaskan,  semakin sering dan konsisten konten yang ada, maka produsennya berpeluang untuk mendapatkan respon (likes, jempol, comments) dan pengikut yang banyak (subscribers, followers), yang berujung pada pendapatan yang besar.

Hal itulah yang membuat banyak individu dan institusi yang 'haus' akan perhatian dan pengikut berlomba-lomba mendulang algoritma sebanyak-banyaknya.

"Namun, tidak semua konten dapat berjodoh dengan perhitungan algoritma digital. Mengapa? Karena konten-konten yang berhasil merebut perhatian massa ialah konten yang menggugah 'emosi' seseorang. Emosi itu terdiri atas kegembiraan, kesedihan, kemarahan, ketakutan dan ketidaknyamanan (jijik dan sebagainya)," ujar Devie kepada Urbanasia, Minggu (31/5/2020).

Nah, Devie memberi gambaran nih guys, ketika sebuah konten justru menuai respon negatif, mengapa sepertinya para produsennya (content creator/YouTuber) tidak bergeming dan terus memproduksi karya-karyanya?

"Penjelasan tentang fenomena ini kembali kepada Jerat Kuasa Algoritma. Semakin banyak orang yang mengakses konten miliknya, meskipun hal tersebut negatif, maka mesin algoritma akan menghitungnya sebagai prestasi," tambahnya.

Prestasi berarti aliran penghasilan yang deras. Karena menurut Devie, algoritma hanyalah berfokus pada kuantitas bukan pada kualitas. Sehingga nih guys, banyak YouTuber yang konsisten memproduksi konten negatif dalam frekuensi yang sering, justru memiliki pendapatan yang melimpah.

Devie juga menerangkan, dalam berbagai Literatur akademik, khususnya komunikasi, ditunjukkan bahwa berita negatif (yang mengundang kemarahan) akan lebih cepat disebarkan dari mulut ke mulut, dibandingkan dengan berita positif guys.

"Pola ini yang kemudian membuat sebagian YouTuber dengan percaya diri memastikan dirinya konsisten di jalan 'kegelapan konten negatif', karena sukses membangun kerajaan algoritma yang menjulang angka pendapatan," tutup Devie.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait