URnews

KemenPPPA Targetkan Nggak Ada Lagi Perkawinan Anak di 2030

Nivita Saldyni, Kamis, 25 Februari 2021 20.24 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
KemenPPPA Targetkan Nggak Ada Lagi Perkawinan Anak di 2030
Image: Ilustrasi pernikahan bahagia. (Pixabay)

Jakarta - Tingginya kasus perkawinan anak di Indonesia tentu menjadi perhatian pemerintah. Untuk mengatasinya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah menargetkan bahwa tahun 2024 jumlahnya terus menurun hingga tak ada lagi perkawinan anak di Indonesia pada 2030 mendatang.

Hal ini disampaikan Plt Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam URtalk ‘Maraknya Promosi Perkawinan Anak’ di Instagram @urbanasiacom, Kamis (25/2/2021).

“Jadi di PPPA itu, Menteri menargetkan salah satunya arahan Presiden terkait dengan mencegah perkawinan anak. Ini menjadi tugas utama yang harus kami kerjakan. Ketika ditanya grafik kasus-kasus perkawinan anak ini seperti apa, kan KPAI sudah sebut di 2019 perkawinan anak di Indonesia itu 10,82 persen. Lalu di 2020 menjadi 10,19. Jadi sebetulnya itu turun. Kami berharap di 2024 yang sedang kami dorong adalah angka ini akan turun jadi 8,74 persen. Ini upaya-upaya yang terus kami lakukan,” kata Nahar kepada Urbanasia, Kamis (25/2/2021).

Nah di 2030 target ini kembali ditingkatkan guys. KemenPPPA berencana akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang layak anak.

“Tentu 2024 itu target 5 tahunan ya. Desain besar kita itu adalah 2030, Indonesia Layak Anak. Ketika Indonesia Layak Anak, maka kami harapkan tidak lagi menemukan praktik-praktik perkawinan anak, lalu juga hal-hal lain pelanggaran hak anak dan perlindungannya,” jelasnya.

“Mudah-mudahan 2030 kita bisa landing di Indonesia Layak Anak,” harap Nahar.

Sumatera Barat (Sumbar) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) Jadi Provinsi dengan Kasus Perkawinan Anak Tertinggi

Sementara itu, hingga saat ini Sumbar dan Kalsel masih menjadi dua provinsi dengan kasus perkawinan anak tertinggi. Keduanya masih berada di puncak selama dua tahun terakhir guys.

“Dari 2019 ke 2020 itu pergeserannya antara Sumbar (Sumatera Barat) dengan Kalsel (Kalimantan Selatan). Itu bisa dilihat di data BPS,” kata Nahar.

Nah provinsi-provinsi dengan kasus perkawinan anak tinggi itulah guys yang menjadi fokus KemenPPPA untuk melakukan berbagai upaya menekan angka perkawinan anak.

Langkah KemenPPPA Menuju Target Indonesia Layak Anak

Untuk mencapai berbagai target di masa depan, Nahar mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan menetapkan batas usia kawin menjadi minimal 19 tahun sejak 2019 lalu.

“Di samping punya target, di 2019 juga kami lakukan langkah-langkah lain. Ada upaya-upaya yang terus kami dorong, salah satunya dengan merevisi Undang-undang No. 1 Tahun 1974, khususnya pasal 7. Lalu kemudian perubahan itu menegaskan tentang batas usia kawin menjadi 19 tahun,” katanya.

Penetapan ini pun bukan asal-asalan. Banyak pertimbangan, di antaranya kematangan fisik, mental, dan juga lain-lainnya. Dengan begitu diharapkan tujuan pernikahan untuk menccapai keluarga yang bahagia tanpa ada permasalahan pun bisa tercapai.

“Jadi kami berharap perkawinan itu tanpa akhir. Tanpa ada masalah-masalah karena belum matang (fisik, mental, dan lain sebagainya). Lalu kemudian yang paling penting kelahiran anak. Kemudian yang paling penting lainnya adalah bahwa ada hak-hak lain yang harus dipenuhi, salah satunya anak yang mestinya sekolah ya disekolahkan. Anak yang harusnya masih di dunianya, jangan sampai dipindahkan dalam situasi yang bukan dunianya. Jadi artinya yang usia bermainlah dipaksa urusin suamilah, dan aktivitas-aktivitas lain. Itukan sangat mengganggu,” tegasnya.

Selain itu, KemenPPPA juga terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan sosialisasi ke seluruh daerah terkait dengan pernikahan yang baik dan benar sehingga sesuai dengan aturan-aturan yang ada.

“Yang pasti bahwa ada perubahan, sekarang nggak boleh ada perkawinan di usia 16 tahun. Karena ada aturan baru yang boleh kawin itu setelah usia perempuan dan laki-lakinya 19 tahun,” imbuh Nahar.

Ia juga mengaku pihaknya terus mendorong seluruh daerah di Indonesia agar memiliki peraturan khusus yang mengatur perkawinan anak. Seperti misalnya yang terbaru adalah Perda Perkawinan Anak di NTB yang telah disahkan belum lama ini.

“Provinsi-provinsi dengan perkawinan anak tinggi itu jadi fokus semua gerakan kita, semua upaya kita agar upaya pencegahan perkawinan bisa kita lakukan. Termasuk yang kemarin baru lahir ya Perda Perkawinan Anak di NTB, itu bagus juga karena sudah memasukkan sanksi bagi orang tua atau siapapun yang memaksa melakukan perkawinan anak,” kata Nahar.

“Iya, belum (semua daerah punya Perda Perkawinan Anak). Dan kami terus dorong bahwa semua daerah punya agar di daerah sesuai karakteristik daerah masing-masing bisa mengoptimalkan semua potensi dan kemampuannya dalam upaya mencegah perkawinan anak,” harapnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait