URedu

Kenapa Anak Vokasi Penting Belajar Kewirausahaan? 

Nivita Saldyni, Kamis, 14 April 2022 10.09 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kenapa Anak Vokasi Penting Belajar Kewirausahaan? 
Image: Ilustrasi wirausahawan. (Pixabay)

Jakarta – Setelah lulus dari pendidikan tinggi vokasi, mungkin Urbanreaders merasa bingung untuk memilih pekerjaan. Padahal banyak sekali loh pilihan pekerjaan bagi lulusan vokasi, salah satunya sebagai wirausahawan seperti yang dilakoni Founder Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya.

Sebelum terjun ke bisnis jam kayu, lulusan vokasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini ternyata sudah cukup lama wara-wiri di dunia usaha loh. Bahkan Eboni Watch yang sudah berusia sekitar tujuh tahun ini ternyata bisnis Afidha yang digeluti setelah mencoba sekitar 12 usaha, Guys.

“Ini sudah tahun ketujuh aku menjalankan Eboni Watch,” ungkapnya kepada Urbanasia beberapa waktu lalu.

Dari pengalamannya itu, pria yang akrab disapa Fidha ini mengaku bahwa pendidikan kewirausahaan di kampus sangat penting. Namun selain itu, mengeksekusi ilmu yang kita dapatkan tentu tak kalah penting karena sejatinya belajar bisa dilakukan dengan berbagai cara.

“Dulu ada mata kuliah kewirausaaan, hanya memang kewirausahaan yang diajarkan masih kompleks dan konvensional. Tapi aku di tahun 2018 sempat ikut (program) inkubator dari Kementerian Perindustrian, di sana aku dua bulan intensif diberikan materi soal bisnis. Jadi sebenarnya kita bisa belajar soal kewirausahaan itu darimana saja, asalkan kita mau berusaha,” tandasnya.

Oleh sebab itu membangun ekosistem kewirausahan di perguruan tinggi vokasi sangat penting, Urbanreaders. Sebab adanya ekosistem kewirausahaan yang baik akan melahirkan lulusan-lulusan vokasi yang siap terjun ke dunia usaha, seperti halnya yang disampaikan oleh Kepala Pusat Kerjasama, Pemberdayaan Aset dan Hubungan Internasional Politeknik Negeri Bali (PNB), Prof. Dr. Ir. Lilik Sudiajeng, M.Erg.

“Jadi sejak politeknik didirikan itu kan terjadi gap antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Walaupun Politeknik itu didesain untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan sesuai dengan bidang-bidang yang dibutuhkan oleh dunia kerja, usaha, dan industri, tetapi kenyataannya harus kita sadari bahwa peluang kerja yang ada itu memang jauh lebih sedikit dibandingkan angkatan kerja per tahunnya yang menjadi lulusan perguruan tinggi vokasi, termasuk lulusan politeknik,” kata Lilik saat dihubungi Urbanasia lewat telepon, Jumat

(30/7/2021).

“Oleh karena itu kami (PNB) mencoba mendorong adik-adik mahasiswa menciptakan suatu ekosistem kewirausahaan. Jangan selalu 100 persen terantung pada industri kerja, tetapi juga mempunyai pemikiran sejak awal untuk menjadi pencipta peluang kerja, menjadi wirausahawan,” imbuhnya.

Upaya untuk membangun ekosistem kewirausahaan di pendidikan tinggi vokasi itu tampaknya telah dilakukan PNB sejak lama. Lilik bahkan menyebutkan bahwa PNB adalah salah satu pendidikan tinggi vokasi yang telah menetapkan visi sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi terdepan penghasil lulusan profesional dan berdaya saing internasional sejak awal berdiri. Nah salah satu prioritasnya adalah menghasilkan lulusan yang berkarakter, berorientasi terhadap standar mutu dan budaya saing global, di antaranya berkesetaraan dan berjiwa kewirausahaan.

“Sejak awal, unsur kewirausahaan ini sudah kami tempatkan sebagai skala prioritas di Politeknik Negeri Bali,” ungkapnya.

Untuk mendukung visi tersebut, ada beberapa program yang dijalankan oleh PNB. Mulai dari hadirnya mata kuliah kewirausahaan di setiap program studinya, inkubator bisnis, business plan competition setiap tahunnya, pelatihan dan pembekalan, program magang, hingga pendampingan oleh pakar industri. Semua ini dilakukan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa.

Nah seluruh program tersebut sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak lama. Namun lahirnya program pengembangan ekosistem kewirausahaan oleh Direktorat Kemitraan dan Keselarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) diakui Lilik sebagai angin segar bagi pendidikan tinggi vokasi, termasuk PNB. Pasalnya program-program Mitras DUDI sangat cocok dengan PNB sehingga dukungan itu semakin menguatkan pihaknya membangun ekosistem wirausaha yang baik.

“Program ini sebenarnya sudah lama kami lakukan, mulai awal tahun 2000, kemudian mendapatkan angin segar dengan peluncuran program pengembangan ekosistem kewirausahaan oleh Mitras DUDI. Ini betul-betul menjadi angin segar sehingga bisa menguatkan,” ungkapnya.

“Dengan adanya program Mitras DUDI ini betul-betul angin segar yang kembali bisa menggairahkan. Bisa menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan, baik bagi para dosen pengelola maupun adik-adik mahasiswa. Jadi match dengan program kami,” kata Lilik menambahkan. 

Tentunya, semua program ini dilaksanakan dengan membangun kerjasama dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, akademisi (PNB), praktisi dari ratusan mitra di berbagai bidang usaha dan industri, tokoh masyarakat, serta media. Hal inilah yang kemudian disebut Lilik sebagai sinergi pentahelix.

Bahkan untuk memperkuat dukungan tersebut, PNB juga menjalin hubungan yang baik dengan para alumni. Apalagi Lilik mengaku setiap tahunnya ada 10 hingga 13 persen alumni mereka yang memilih sebagai wirausahawan di berbagai bidang.

“Jadi kami sekarang mesra banget dengan alumni. Alumni adalah aset kami yang perlu terus dirangkul dan terus diberdayakan,” tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait