URtrending

Kilas Balik Gudeg Mbah Lindu, Jualan Sejak Zaman Penjajahan

Nivita Saldyni, Senin, 13 Juli 2020 12.42 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kilas Balik Gudeg Mbah Lindu, Jualan Sejak Zaman Penjajahan
Image: Mbah Lindu. (Netflix Indonesia)

Yogyakarta - Urbanreaders, para pecinta kuliner pasti udah gak asing sama nama Mbah Lindu. Benar, Mbah Lindu adalah penjual gudeg legendaris di Yogyakarta yang tutup usia pada Minggu (12/7/2020) sore lalu di usia 100 tahun.

Namun tau kah kamu bahwa pemilik nama lengkap Biyem Setyo Utomo ini telah berjualan sekitar 87 tahun lamanya? Bahkan kisah gudeg Mbah Lindu telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda loh!

Meski tak ingat tahun berapa tepatnya ia mulai berjualan, namun Mbah Lindu telah berjualan gudeg sejak berusia 13 tahun.

Bahkan hingga kini tak ada yang berubah dari sepincuk gudeg Mbah Lindu yang berisi gudeg, ayam, sambel goreng, krecek, tahu, tempe, nasi, dan atau bubur itu.

"Banyak yang nggak suka gudeg, (tapi kalau sudah) makan di Mbah Lindu dia akan bilang dia suka. Bahkan orang Jerman yang pertama ngeliat cara sajikennya dianggap kurang higienis, semua pakai tangan begitu, akhirnya bisa nambah," kata William.

Berbeda dari gudeg lainnya, gudeg khas Mbah Lindu ini tidak terlalu manis. Nggak heran ya kalau banyak orang luar Yogyakarta yang kurang suka manis jadi ketagihan.

"Kira-kira umur 13 tahun mbah sudah berjualan (gudeg). Belum ada listrik apa kok ya, pesawat belum ada. Jaman Belanda dulu. Nanti di sana ada yang jaga orang lain-lain (asing), bukan orang sini (Indonesia). Minta nasi gudeg. Kalau gak dikasih saya dikejar, saya lari," kata Mbah Lindu, dikutip dari akun YouTube pakar kuliner Indonesia, William Wongso, Senin (13/7/2020).

Pantas saja ya kalau Mbah Lindu dapat sebutan penjual gudeg tertua di Yogyakarta nih. Bahkan selama puluhan tahun berjualan, Mbah Lindu gak pernah mengubah resep turun temurun yang didapat dari Ibunya ini loh.

Nah, yang gak kalah unik, gudeg Mbah Lindu ini masih dimasak secara tradisional di atas tungku kayu bakar. Ini dia nih yang membuat rasa gudeg Mbah Lindu semakin khas.

Meski sudah dibantu sang anak, Ratiyah, dari memasak sampai menjajakan dagangannya, Mbah Lindu tetap mempertahankan resep rahasia untuk menjaga cita rasanya.

Hebatnya lagi, sejak awal berjualan Mbah Lindu mengaku telah berjualan di kawasan Sosrowijayan, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Tepatnya di sekitar kawasan Malioboro.

Dalam film pendek karya Riz Creative Visual pada 2017 itu, ia mengaku harus berjalan kaki sekitar 5,5 kilometer untuk berjualan dari rumahnya yang berada di kawasan Klebengan.

"Mulai masaknya jam 2 siang, jam 3 sore kalau udah mendidih mulai masukkan ayam, telur. Nanti jam 7 malam udah ditutup kemudian dimatikan apinya. Belum terlalu matang, mesti didiamkan dulu. Lalu jam 2 pagi bangun, masak nasi dan bubur," kata Mbah Lindu menceritakan kesehariannya menyiapkan dagangan.

Namun sudah lama, ia dibantu oleh anak dan cucu. Sehingga tak perlu lagi berjalan kaki untuk sampai di lokasi berjualan.

"Berangkat jam setengah 5 pagi. Dijemput sama cucu naik mobil bukaan," imbuhnya.

Dalam video dokumenter yang diunggah ulang oleh William Wongso itu, Mbah Lindu mengaku tak pernah lelah untuk berjualan. Malah kalau berhenti jualan, badan terasa sakit katanya. Ia pun mengaku terus berjualan di usia senja karena tak ingin merepotkan anak dan cucu.

"Mbah seneng kalau sehat, bisa jualan. Kalau tidak jualan malah sakit. Dokter aja sama mbah bingung, kok orang tua ga ada penyakit. Mbah bilang ke dokternya, sakit kalau gak ada uang aja, dok," canda Mbah Lindu.

Dari sumber yang dihimpun Urbanasia, ternyata mbah Lindu sudah tidak ikut berjualan sejak 2 - 3 tahun belakangan. Ia digantikan oleh Ratiyah untuk berjualan sehari-hari.

Kini, Mbah Lindu tinggal kenangan. Namun Urbanreaders masih bisa menikmati gudeg Mbah Lindu kok. Ia pun dikenang sebagai legenda gudeg asli Yogyakarta.

Selamat jalan, Mbah Lindu. 

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait