URnews

Korban Pelecehan di KPI akan Cabut Laporan karena Didesak, Benarkah?

Anisa Kurniasih, Jumat, 10 September 2021 08.42 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Korban Pelecehan di KPI akan Cabut Laporan karena Didesak, Benarkah?
Image: Ilustrasi bully. (Pixabay)

Jakarta - Korban perundungan dan pelecehan seksual di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dikabarkan akan mencabut laporannya terhadap pelaku. 

Korban disebut merasa tertekan dan dikabarkan akan meminta damai serta menyatakan kepada publik bahwa tidak ada peristiwa pelecehan dan perundungan seperti dalam rilis yang telah disampaikan korban.

 Tak hanya itu guys, korban juga dikabarkan bakal mencabut laporan kepolisian, Komnas HAM, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Dia (korban) harus mengatakan pelecehan dan perundungan di KPI tidak ada. Bahwa dia harus mencabut laporan polisi, laporan Komnas HAM, laporan LPSK, dia harus cabut," kata orang dekat korban kepada wartawan, Kamis (9/9/2021).

Korban juga disebut diminta untuk memulihkan nama baik terduga pelaku yang pernah disebut dalam rilis yang sempat viral di media sosial. 

Para terduga pelaku bahkan kabarnya mengancam akan melaporkan dengan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) bila korban tak mau berdamai.

“Dia harus memulihkan nama pelaku, harus bikin intinya selama ini rilis yang dia sebar itu tidak benar. Kalau tidak mau damai, tidak mau memulihkan nama baik pelaku, dia (korban) akan dilaporkan dengan UU ITE," ujar sumber tersebut.

1587736736-Ilustrasi-pelecehan-seksual.jpegSumber: Ilustrasi pelecehan seksual. (Urbanasia)

Para pelaku pun bahkan tidak mau menyampaikan permintaan maaf saat korban menyambangi KPI. Korban juga disebut dipaksa menandatangani surat damai.

"Padahal pelaku tidak mau minta maaf. Rabu (8/9/2021) kemarin, Rabu sore (ke KPI). Poin-poin persyaratan itu yang menyodorkan pelaku, jadi korban dipaksa tanda tangan poin-poin syarat yang merugikan dia (korban) semua," tambahnya.

Hingga kini, surat pernyataan damai itu belum ditandatangani. Sebab, korban ingin para pelaku mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Korban sendiri disebut ingin berdamai karena mendapat tekanan.

"(Surat) belum ditandatangani karena korban ingin pelaku mengakui pelecehan dan minta maaf, tapi pelaku nggak mau. Jadi untuk sementara dia nggak mau tanda tangan, tapi korban ingin damai karena ketakutan diancam. Intinya, pelaku memaksa korban untuk mau berdamai dengan syarat-syarat tadi," imbuhnya.

Terlapor Bantah Tekan Korban

Sementara itu guys, dua orang terduga pelaku pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), RD dan EO, lewat pengacara mereka Tegar Putuhena membantah tudingan memberikan tekanan dan ancaman terhadap korban, MS untuk menandatangani kesepakatan damai.

"Saya pastikan tidak ada (tekanan). Saya dari kemarin bersama klien jadi nggak ada tuh pengancaman," ujar Tegar kepada wartawan, Kamis (9/9/2021).

Tegar mengatakan, pihaknya saat ini masih fokus pada tindak lanjut perundungan daring (cyber bullying)yang dialami kliennya imbas rilis yang disebar oleh MS. Pada rilis itu, nama-nama pelaku dibeberkan oleh MS dan netizen banyak yang menghujat.

"Kami tetap pada posisi kami fokus dalam penyelesaian kasus klien dan fokus kepada cyber bullying kepada klien dan keluarga," ucapnya.

Tegar lantas meminta MS bersuara langsung tentang kabar adanya tekanan dan paksaan untuk mencabut laporannya tersebut. Ia menduga ada pihak-pihak lain yang mencoba memanfaatkan permasalahan tersebut.

"Silakan dikonfirmasi ke saudara MS apakah dia diancam atau tidak? Karena kalau memang sudah dapat informasi di sana nggak di sini nggak, lalu pihak di tengah yang bermain ini siapa? Itu yang kita patut curiga," kata Tegar.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait