URnews

Mahfud MD hingga Ketua MUI Komentari Status Rasis Rektor ITK

Itha Prabandhani, Minggu, 1 Mei 2022 11.08 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mahfud MD hingga Ketua MUI Komentari Status Rasis Rektor ITK
Image: Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD (Dok. Kemenkumham).

Jakarta – Tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Profesor Budi Santosa Purwokartiko yang menyebut mahasiswi berkerudung sebagai manusia gurun, masih menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Kali ini, giliran Menko Polhukam Mahfud MD dan Ketua MUI Cholil Nafis berkomentar. Mahfud menyebut tulisan rektor ITK tersebut tidak bijaksana.

“Me-muji2 sbg mhs/i hebat hny krn mereka tdk memakai kata2 agamis, “Insyaallah, qadarallah, syiar” sbgmn ditulis oleh Rektor ITK itu jg tdk bijaksana,” cuit Mahfud, Minggu (1/5/2022).

Menurut Mahfud, kata-kata agamis seperti yang disebut Budi adalah kata-kata baik yang diucapkan oleh orang beriman, juga dalam agama lain.

“Itu adl kata2 yg baik bg orng beriman, sama dgn ucapan Puji Tuhan, Haleluya, Kersaning Allah, dll,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Mahfud juga menyampaikan bahwa sudah sejak tahun 1990-an dunia pendidikan telah diwarnai oleh profesor-profesor yang mengenakan jilbab, yang mana mereka juga adalah orang-orang cerdas.

“Sejak tahun 1990-an banyak sekali profesor2 di kampus besar spt UI, ITB, UGM, IPB, dll yg tadinya tdk berjilbab menjadi berjilbab. Ibu Dirut Pertamina dan Kepala Badan POM jg berjilbab. Mereka jg pandai2 tp toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan dlm nasionalisme yang ramah,” tuturnya.

Sementara itu, ketua MUI Cholil Nafis mengungkapkan bahwa sejak dulu pakaian telah menjadi ciri budaya dan agama. Karena itu, memahami kewarganegaraan dari pakaian yang dikenakan sudah menjadi hal yang biasa di dunia internasional.

“Pakaian sedari dulu ciri budaya dan bahkan agama. Pertemuan internasional sdh biasa memahami kewarganegaraan dari pakaian yg digunakan,” katanya melalui unggahan di Twitter, Minggu (1/5/2022).

Cholil juga membagi pengalamannya sebagai pewawancara beasiswa LPDP. Ia menyebut bahwa untuk mewawancarai kandidat, ada panduan yang mesti diikuti. Karena itu, Cholil mempertanyakan tulisan Profesor Budi yang dinilainya melanggar etika.

“Pengalaman saya pernah 2 tahun jadi viewer LPDP itu ada panduan wawancaranya. Apakah “prof” ini tdk termasuk pelanggaran etika yg harus ditindak, krn dia sdg bekerja utk pemerintah dan bangsa juga krn keahliannya?” lanjutnya.

Menyusul riuhnya jagat dunia maya akibat unggahannya, Profesor Budi kini telah menghapus tulisannya di akun Facebooknya. Meski begitu, Cholil yang juga merupakan dosen UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Indonesia, menganggap bahwa menghapus tulisan yang telah diunggah saja tidak cukup. Harus ada tindakan yang lebih tegas atas pernyataan Budi.

“Menghapus cuitnya tak cukup krn hanya menghilangkan jejak digital,” katanya.

“Harus diberi tindakan dan diberi pelajaran orang semacam ini. Tak layak dg gelar akademik guru besar dan penyeleksi beasiswa LPDP yg uangnya berasal dari rakyat,” tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait